Blitz Tarigan Minta Imam Nahrawi Taat Hukum
Pernyataan Blitz itu terkait dengan keputusan dari Mahkamah Agung yang menolak Kasasi Kemenpora (Kementerian Pemuda dan Olahraga)
Penulis: Sigit Nugroho
Editor: Dewi Pratiwi
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Mantan asisten pelatih Persija Jakarta, Blitz Tarigan meminta kepada Menpora Imam Nahrawi harus taat hukum.
"Semua warga negara Indonesia harus taat hukum dan sama kedudukannya di mata hukum, termasuk Menpora. Dengan ditolaknya Kasasi di Mahkamah Agung, seharusnya Menpora mengikutinya dan segera mencabut SK Pembekuan terhadap PSSI," kata Blitz kepada Harian Super Ball,kemarin.
Pernyataan Blitz itu terkait dengan keputusan dari Mahkamah Agung yang menolak Kasasi Kemenpora (Kementerian Pemuda dan Olahraga) pada Senin (7/3/2016) lalu tentang perkara sanksi administratif PSSI.
Putusan MA ini otomatis menggugurkan Surat Keputusan Menpora No. 01307 yang dijatuhkan pada 17 April 2015.
"Kalau Menpora taat hukum, seharusnya putusan MA itu sudah menjadi momen percepatan penyelesaian konflik. Menpora pun bisa segera mencabut SK Pembekuan dan kompetisi resmi bisa segera digelar serta sepakbola kita kembali normal. Menurut saya Menpora harus taat hukum," ujar Blitz.
Sayangnya hingga saat ini, Menpora belum juga mencabut SK Pembekuan. Blitz menilai, sikap itu semakin memperburuk tanggapan terhadap Menpora.
"Dengan dikeluarkannya putusan MA, seharusnya Menpora cepat mencabut sanksi bukannya justru mengundang klub. Itu menunjukan bahwa Menpora ingin mengulur-ngulur waktu dan tidak mau memperbaiki sepakbola nasional. Tetapi Menpora makin terlihat ingin merubah pengurus PSSI sekarang," ucap Blitz.
Blitz menerangkan, sinyalemen Menpora sengaja ingin memperpanjang konflik dengan dikeluarkannya sembilan syarat untuk pencabutan SK Pembekuan.
"Sembilan syarat yang diajukan itu menunjukan Menpora tidak mau berdamai dengan PSSI. Karena persyaratan itu tidak realistis di saat kondisi sepakbola nasional sedang terpuruk seperti ini. Kalau bijaksana dan memikirkan masa depan sepakbola kita, Menpora tidak memberikan syarat yang memberatkan PSSI," ujar Blitz.
Syarat yang dianggap Blitz berat adalah digelarnya Kongres Luar Biasa (KLB) dan menjadi juara di AFF, SEA Games, Asian Games, serta lolos kualifikasi Piala Dunia.
"Kalau Menpora memang ingin mengakhiri konflik tidak memberikan persyaratan sebanyak itu. Tetapi berikan syarat yang realistis, seperti meminta kepada PSSI untuk memastikan seluruh klub membayar seluruh tunggakan gaji pemain dan pelatih. Itu yang menjadi alasan awal saat Menpora melakukan intervensi. Kenapa sekarang justru makin melebar kemana-mana. Sampai putusan MA saja tidak dipatuhi," jelas Blitz.
Blitz menambahkan, Menpora masih bisa memantau kinerja PSSI. Bahkan jika PSSI dianggap melanggar dan tidak bekerja sesuai harapan, Menpora bisa kembali memberikan sanksi. Tetapi jangan memberikan syarat yang diperkirakan tidak bisa dilaksanakan oleh PSSI.
"Tidak mudah bagi PSSI untuk menggelar KLB dan mendapatkan gelar juara di tingkat Asia Tengga, Asia, dan dunia dalam keadaan sepakbola belum normal seperti ini. Syarat itu sepertinya sengaja dibuat agar PSSI tidak bisa melaksanakannya. Kalau mengutamakan kepentingan bangsa, Menpora harus lebih bijaksana dalam mengambil keputusan. Karena sejauh ini Menpora sudah gagal mengelola sepakbola di masa konflik ini," tambah Blitz.