Matinya Seorang Filsuf Sepak Bola 'Posmo'
Tatkala Barcelona berupaya mengulang ekspedisi penaklukkan seperti musim lalu, berita duka justru menyeruak: sang maha guru, Johan Cruyff, wafat.
Bahkan, secara sarkastik, ia menyindir para pemain individualis. "Teknik bukan hanya soal bisa men-jugling bola 1000 kali. Semua orang bisa melakukan itu dengan latihan. Setelah itu, anda bisa bekerja di sirkus," tuturnya pada suatu waktu.
Keprihatinan Cruyff bermula dari fenomena dalam sepak bola modern, di mana banyak manajer dan pemain yang memandang remeh teknik-tenik dasar bermain sepak bola, karena sudah memiliki beragam kecakapan mengolah bola "kelas tinggi".
Padahal, teknik maupun taktik dasar bermain sepak bola bisa memiliki kekuatan ampuh serta mampu membuat permainan menjadi indah, jika dibalut dengan filosofi yang tepat.
"Bermain sepak bola sangat sederhana, tetapi memainkan sepak bola yang sederhana sangat sulit," begitulah filosofi Cruyff.
Perlawanan Cruyff terhadap sepak bola modern yang sudah mapan juga disasarkan pada hal yang tampak sepele, yakni nomor punggung.
Kisah perlawanan itu bermula ketika Cruyff masih menjadi pemain. Pada masa itu, setiap pemain hanya dibolehkan menggunakan nomor punggung dari rentang angka 1 sampai 11.
Suatu ketika, Cruyff mengalami cedera dan manajemen terpaksa mengambil nomor punggung miliknya (nomor 9) untuk diberikan kepada pemain lain.
Alhasil, ketika Cruyff sembuh, ia tak otomatis bisa didaftarkan ke panitia kompetisi sebagai pemain.
Marah karena peraturan kaku itu, Cruyff lantas nekat meminta nomor punggu "14". Setelah lama ngotot-ngototan, ia akhirnya dibolehkan memakai nomor punggung 14. Akibat perlawanannya pula, FIFA menghapus peraturan pembatasan nomor punggung pemain.
Sepak Bola adalah Politik
Poin penting selanjutnya dari pemikiran Cruyff adalah, sepak bola bukan semata-semata permainan yang dilakoni para pemain di "menara gading".
Sepak bola, harus ditempatkan pada akar sosialnya, yakni sebuah permainan kolektif yang bisa menjadi cerminan maupun inspirasi penting bagi realitas hidup masyarakat. Ini hampir sama seperti jargon Barcelona: Mes que Un Club (bukan hanya sekedar klub).
Suatu ketika pada tahun 1978, Cruyff mendadak memberikan pernyataan yang menganggetkan dan bahkan membuat geram warga Belanda.
Betapa tidak, Cruyff secara tegas menolak bermain untuk Timnas Belanda dalam ajang Piala Dunia yang digelar di Argentina.