Kenapa Striker Lokal Kian Tenggelam dari Penyerang Asing di Kompetisi Negeri Sendiri?
minimnya kesempatan bermain striker lokal membuat mereka jadi mengalami kesulitan mengembangkan kemampuan
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Gonang Susatyo/SuperBall.id
TRIBUNNEWS.COM - Tim-tim Liga 2 mengalami kesulitan mendapatkan striker lokal yang berkualitas.
Sementara itu, pemain depan yang bermain di kasta tertinggi pun tak semuanya mendapatkan tempat di tim utama.
Peran mereka sudah digantikan striker asing.
Serbuan penyerang mancanegara yang memiliki kualitas di atas pemain lokal dan keunggulan postur tubuh menjadikan mereka lebih diandalkan klub untuk membobol gawang lawan.
Setelah era Kurniawan Dwi Yulianto yang kemudian dilanjutkan Bambang Pamungkas dan Boaz Solossa, belum ada lagi muncul pemain depan yang memiliki teknik dan kemampuan menempatkan posisi maupun menjadi penyelesai.
“Persoalannya memang kompleks bila minim sekali striker lokal yang muncul."
"Apalagi, taktik sepak bola era modern lebih banyak menggunakan satu striker."
"Dia tidak sekadar menjadi penyelesai, tapi juga punya kemampuan menahan bola."
"Pemain yang menempati posisi itu harus punya kemampuan yang komplet,” kata Kurniawan Dwi Yulianto.
“Persoalannya, pemain kita tidak diajari untuk menjadi target man sejak di sekolah sepak bola (SSB) maupun akademi."
"Kita tidak kekurangan pemain dengan tipikal pelari. Tapi, jarang ada pemain yang mampu menahan bola, pemain yang bisa menjadi target man,” ungkap striker legendaris Indonesia ini.
Sosok yang akrab dipanggil Kurus saat masih menjadi pemain ini menilai minimnya kesempatan bermain striker lokal membuat mereka jadi mengalami kesulitan mengembangkan kemampuannya.
“Mereka sesungguhnya mendapatkan kesempatan bermain di kompetisi junior, mulai U-15, U17 sampai U-19."
"Tetapi, saat memasuki jenjang senior, mereka harus bersaing dengan striker asing."
"Karena pemain asing yang menjadi pilihan, kesempatan bermain striker lokal pun menjadi minim. Padahal, mereka butuh jam terbang untuk mengembangkan diri,” terang penyerang yang menduduki peringkat dua setelah Bambang Pamungkas sebagai pencetak gol terbanyak dalam sejarah timnas Indonesia itu.
Situasi itu yang dialami striker Muchlis Hadi Ning, yang melejit di timnas U-19 Indonesia saat memenangi Piala AFF U-19 2013.
Sayangnya, dia kemudian tenggelam karena jarang dimainkan di kompetisi liga.
“Dia punya bakat alamiah dan pemain yang komplet. Muchlis punya kemampuan menahan bola yang bagus, unggul dalam kecepatan dan nalurinya dengan bola bagus."
"Hanya, dia jarang mendapatkan kesempatan bermain. Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah para stakeholders sepak bola nasional untuk memikirkan bagaimana bisa menghasilkan pemain berkualitas,” papar Kurniawan lagi.
Selain Muchlis Hadi Ning, masih ada Lerby Leandry yang bermain di Borneo FC."
"Apalagi, dia ditopang postur tubuh yang tidak kalah besar.
“Tapi, dia harus bekerja ekstrakeras untuk bisa bersaing dengan striker asing. Sejauh ini saya memperkirakan pada musim ini para pencetak gol terbanyak masih didominasi pemain asing yang memang punya kualitas. Hal ini membuat saya sedih,” pungkas jebolan Primavera ini.