Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Superskor

Thomas Tuchel Merasa Feeling di Pinggir Lapangan Beda dengan di Kantor, Perjuangan pada Masa Isolasi

Thomas Tuchel sempat menjalani isolasi mandiri karena positif Covid-19, dia sempat cuma menyaksikan timnya berjuang lewat televisi. Feelingnya beda

Penulis: Deny Budiman
Editor: Muhammad Barir
zoom-in Thomas Tuchel Merasa Feeling di Pinggir Lapangan Beda dengan di Kantor, Perjuangan pada Masa Isolasi
Giuseppe CACACE / AFP
Pelatih Chelsea Thomas Tuchel menyentuh trofi di atas panggung pada akhir pertandingan sepak bola final Piala Dunia Klub FIFA 2021 melawan Palmeiras dari Brasil di stadion Mohammed Bin Zayed di Abu Dhabi, pada 12 Februari 2022. 

TRIBUNNEWS.COM, ABU DHABI- Secanggih apa pun teknologi tetap tak bisa menghasilkan feeling yang didapat saat di pinggir lapangan.

Demikianlah, pelatih Chelsea, Thomas Tuchel harus bergelut dengan frustrasi di masa isolasi mandiri karena positif Covid-19, dengan menyaksikan timnya berjuang di semifinal Piala Dunia Antar-klub, hanya dari televisi nun di Inggris sana.

Teknologi penunjang terbilang komplet.

Dia memakai televisi layar raksasa. Dia juga bisa kontak setiap saat dengan asisten pelatih.

"Saya juga punya sinyal taktis untuk melihat seluruh lebar lapangan. Tapi saya tak mendapatkan feeling. Melatih asal soal feeling di pinggir lapangan langsung, tak bisa hanya dari kantor," katanya di Skysports.

Demi bisa menukangi tim langsung di lapangan, Tuchel pun beberapa kali ke bandara, tapi harus kembali pulang karena masih positif saat dites Covid.
Dia mencoba peruntungan terakhir, dan syukurnya hasil tesnya negatif sehingga akhir bisa terbang ke Abu Dhabi.

"Saya tiba pukul 8.15 AM saat makan malam. Saya tiba tepat waktu, meski tak melihat merekal latihan terakhir. Saya langsung memimpin rapat untuk pertandingan," katanya.

Berita Rekomendasi

Perjuangan yang tak sia-sia. Kemarin, Tuchel penuh bahagia bisa mengangkat trofi ketiganya (liga Champions, UEFA Supercup, Club World Cup) bersama The Blues.

Kai Havertz menjadi penentu kemenangan. Kai Havertz seperti dilahirkan untuk jadi penentu Chelsea di momen bersejarah.

Gelandang Chelsea Kai Havertz (kedua dari kiri) merayakan golnya selama pertandingan sepak bola final Piala Dunia Klub FIFA 2021 antara Palmeiras dari Brasil dan Chelsea dari Inggris di stadion Mohammed Bin Zayed di Abu Dhabi, pada 12 Februari 2022.
Gelandang Chelsea Kai Havertz (kedua dari kiri) merayakan golnya selama pertandingan sepak bola final Piala Dunia Klub FIFA 2021 antara Palmeiras dari Brasil dan Chelsea dari Inggris di stadion Mohammed Bin Zayed di Abu Dhabi, pada 12 Februari 2022. (KARIM SAHIB / AFP)

Lewat gol penentu kemenangannya, pemain berusia 22 tahun ini membawa The Blues juara Liga Champions, dan juara Piala Dunia antar-klub.

Rekor yang hanya bisa ditorehkan sebelumnya oleh Lionel Messi.

29 Mei 2021 lalu, gelandang serang berusia 22 tahun ini mencetak gol semata-wayang kemenangan The Blues 1-0 atas Manchester City untuk mempersembahkan trofi Liga Champions kedua bagi The Blues.

Dan kemarin, pemain asal Jerman ini pula yang jadi penentu kemenangan Chelsea 2-1 lewat gol penaltinya di babak tambahan atas Palmeiras untuk mempersembahkan trofi Piala Antarklub pertama bagi Chelsea.

Gol penentu dari titik putih kemarin, kata Havertz, sangat gila, dan menegangkan.

Wajar saja, pentas akbar para juara klub antar-benua itu memang berjalan ketat.

Dalam duel di Stadion Mohammed Bin Zayed, Abu Dhabi kemarin, The Blues baru memecah kebuntuan pada menit ke-55.

Romelu Lukaku mencatatkan namanya di papan skor setelah menanduk masuk bola crossing Callum Hudson-Odoi.

Menit ke-62, Palmeiras mendapat hadiah tendangan penalti. Gara-garanya, Thiago Silva melakukan hand-ball di kotak terlarang dalam tayangan ulang Video Assistant Referee (VAR).

Raphael Veiga maju jadi eksekutor. Tendangannya ke sudut kanan gawang berhasil mengecoh kiper Edouard Mendy hingga skor menjadi 1-1.

Skor imbang 1-1 bertahan sampai bubaran hingga laga berlanjut ke babak tambahan. Kendati Chelsea terus mendominasi namun serangan mereka selalu terbentu dengan ketatnya pertahanan wakil dari Brasil tersebut.

Sampai kemudian di menit ke-114 wasit menunjuk titik putih setelah pemain Palmeiras, Luan Garcia, dinilai handball di kotak terlarang.

Pada momen menegangkan ini, sempat terjadi kebingungan siapa yang akan jadi eksekutor The Blues.

Pasalnya, Jorginho yang merupakan algojo pertama masih duduk di bangku cadangan.

Sementara Romelu Lukaku yang merupakan eksekutor kedua, sudah diganti di babak kedua.

Kapten Chelsea, Cesar Azpilicueta kemudian melakukan trik "mind games". Dia berlaku seolah-olah akan jadi eksekutor, dengan terus memegang bola, dan berdiri di kotak putih.

Langkah itu dinilai jenius, karena membuat para Palmeiras semua fokus kepadanya, semua berusaha memprovokasinya.

Baru di saat-saat akhir, saat situasi tenang, sang kapten menyerahkan bola kepada Havertz yang jadi eksekutor sesungguhnya.

Bagi pemain yang baru berusia 22 tahun, menendang penalti di momen akbar, saat laga tersisa enam menit lagi, pastinya jadi beban luar biasa.

Dan Havertz awalnya memang tampak gugup. Dia berkecak pingging. Menarik napas panjang berkali-kali. Tapi dengan penuh keyakinan dia kemudian menendang bola ke sudut kanan gawang yang mengecoh kiper Weverton.

Penuh kegembiraan, Havertz berlari ke pinggir lapangan sembari membuka jerseynya merayakan gol spesial yang memastikan kemenangan The Blues.

Usai laga, Havertz mengaku sempat gemetar saat harus menyandang tugas maha penting tersebut.

"Saya gugup, saya harus jujur. Maksud saya itu penalti sangat penting. Itu gila. Saya pikir itu bagus karena saya tetap gugup dan sangat bahagia," kata Havertz dikutip dari Daily Mail.

"Saya adalah penendang penalti ketiga. Jorginho dan Lukaku keluar jadi saya satu-satunya di lapangan dan pemain lain memberi saya kepercayaan. Hakim Ziyech, Azpilicueta, dan semua rekan-rekan mengatakan 'saya bisa melakukannya'. Dan ya, saya bisa!," katanya semringah.

"Saya tidak tahu harus berkata apa, maksud saya, saya selalu memimpikan perasaan yang luar biasa ini untuk saya," ujar Havertz saat ditanya tentang perasaannya jadi penentu kemenangan di partai final.

"Luar biasa. Setelah juara Eropa sekarang juara dunia. Bagi saya kedengarannya itu lebih baik. Kami pantas mendapatkan banyak hal menang di laga ini, dan itu adalah perasaan yang luar biasa," ujarnya.

Pelatih The Blues, Thomas Tuchel memuji mental baja pemain asal Jerman ini.

"Pastinya dia gugup. Kai tahu apa yang dipertaruhkannya. Tapi dia punya rekor bagus dalam penalti. Jadi saya yakin dia bisa melakukannya," katanya.

Havertz pun kini menjadi pemain pertama yang mencetak gol penentu di dua laga final elite yakni final Liga Champions, dan final FIFA Club World Cup setelah Lionel Messi melakukannya untuk Barcelona pada 2011.

Sebelas tahun lalu, Messi mencetak gol penentu ke gawang Manchester United, dan wakil Brasil, Santos. (Tribunnews/den)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas