Akhirnya Ada Pengurus PSSI yang Siap Mundur Buntut Tragedi Kanjuruhan
Kuatnya desakan agar PSSI bertanggung jawab atas Tragedi Kanjuruhan membuat seorang pengurus PSSI akhirnya menyatakan siap mundur.
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
"Tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang, dimana terjadi kerusuhan pasca-pertadingan sepakbola antara Arema vs Persebaya pada tanggal 1 Oktober 2022, terjadi karena PSSI dan para pemangku kepentingan liga sepakbola Indonesia tidak profesional, tidak memahami tugas dan peran masing-masing, cenderung mengabaikan berbagai peraturan dan standar yang sudah dibuat sebelumnya, serta saling melempar tanggungjawab pada pihak lain. Sikap dan praktik seperti ini merupakan akar masalah yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun dalam penyelenggaraan kompetisi sepak bola kita, sehingga dibutuhkan langkah-langkah perbaikan secara drastis namun terukur untuk membangun peradaban baru dunia sepakbola nasional," bunyi satu di antara garis besar kesimpulan TGIPF Tragedi Kanjuruhan.
Baca juga: PSSI Bantah Beri Arahan ke Shin Tae-yong dan Pemain Timnas Indonesia untuk Bela Mochamad Iriawan
Saling Lempar Tanggung Jawab
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan sekaligus Ketua TGIPF, Mahfud MD, menyatakan, hasil investasi yang akan diserahkan kepada Presiden hari ini akan mengungkap kebenaran atas peristiwa tersebut.
Sebelumnya, sejumlah pihak yang telah diperiksa TGIPF saling melempar tanggung jawab atas insiden yang turut membuat ratusan orang luka ringan hingga berat itu.
"Yang kita rasakan sekarang ada saling lempar tanggung jawab. Kata PSSI bilangnya sudah ke LIB. LIB sudah ke panpel. Kemudian panpel juga macam-macamlah. Kemudian broadcast juga sama saling lempar, semua berlindung di aturan formal masing-masing," ujar Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (12/10/2022) dilansir Kompas.com.
"Aturan formal masing-masing yang bisa kita dengarkan. Tapi ada dua hal aturan formal itu sendiri terasa tidak sesuai dengan aturan substansial ya. Kebenaran substansialnya itu harus diungkap oleh TGIPF," tegasnya.
Mahfud menilai, dalam konteks kebenaran formal, setiap pihak di atas mempunyai alasan berdasarkan pasal hukum ataupun aturan kontrak.
Akan tetapi, TGIPF bertugas menggali fakta sehingga nantinya dapat menjelaskan penyebab tragedi secara lebih substantisal.
"Keadilan substansifnya, kebenaran subtansialnya itulah yang akan digali oleh TGIPF dan itu yang akan disampaikan kepada presiden. Sehingga, kita akan melakukan memberikan, rekomendasi-rekomendasi kebijakan yang baik dan bagus bagi dunia persepakbolaan Indonesia," kata Mahfud.
Berikut delapan poin kesimpulan TGIPF Tragedi Kanjuran terkait kelalaian yang dilakukan PSSI:
1. Tidak melakukan sosialisasi/ pelatihan yang memadai tentang regulasi FIFA dan PSSI kepada penyelenggara pertandingan, baik kepada panitia pelaksana, aparat keamanan dan suporter;
2. Tidak menyiapkan personel match commissioner yang memahami tentang tugas dan tanggungjawabnya, dan sesuai dengan kualifikasi yang diperlukan, dalam mempersiapkan dan melaksanakan pertandingan sesuai dengan SOP yang berlaku;
3. Tidak mempertimbangkan faktor risiko saat menyusun jadwal kolektif penyelenggaraan Liga-1;
4. Adanya keengganan PSSI untuk bertanggungjawab terhadap berbagai insiden/ musibah dalam penyelenggaraan pertandingan yang tercermin di dalam regulasi PSSI (regulasi keselamatan dan keamanan PSSI 2021) yang membebaskan diri dari tanggung jawab dalam pelaksanaan pertandingan;