Tugas Dito, Bantu Cari Jalan Keluar dari Ancaman Sanksi FIFA, Indonesia Berpeluang Tuan Rumah U-17
Menpora Dito Ariotedjo langsung dapat tugas berat usai didapuk menjadi pembantu Presiden. Dito harus mencari jalan keluar agar Indonesia bebas sanksi
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Muhammad Barir
Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), Erick Thohir bertolak ke Benua Eropa untuk melakukan negosiasi dengan FIFA, soal kemungkinan sanksi yang diberikan untuk Indonesia.
Negosiasi yang akan dilakukan oleh orang nomor satu di sepakbola Indonesia itu merupakan mandat langsung dari Presiden Joko Widodo.
“Kalau dibilang capek ya capek. Ini sudah bolak-balik kaya setrikaan ini, ini pergi lagi malam ini," tutur pria yang juga menjabat Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu.
Sejumlah bahan pertimbangan pun telah "dikemas" dengan cantik oleh Erick Thohir, demi menghindari sanksi berat oleh FIFA.
Erick membawa sejumlah bukti bahwa Indonesia sejatinya sudah siap dari segi infrastrukstur pertandingan.
Dia mengaku tidak marah dan menyesal dengan keputusan pahit yang diputuskan oleh FIFA.
Pasca-keputusan tersebut, Erick pun menegaskan bahwa dirinya hanya perlu fokus kembali menyusun langkah selanjutnya.
"Saya enggak perlu marah, gak perlu nyeselin. Saya kembali bekerja untuk mendapatkan hasil yang baik," ujar Erick.
Erick pun mengatakan, apabila hasil yang diperjuangkan olehnya nanti tidak sesuai yang ia harapkan, dia pun mengaku enggan menyalahkan siapa-siapa.
Pasalnya, lanjut Erick, konsekuensi itu harus dia terima sebagai orang nomor satu di sepakbola Indonesia.
"Walaupun nanti hasilnya enggak baik pasti banyak yang kecewa seperti kemarin, ya itu resiko sebagai ketua PSSI. Daripada saya menyalahkan, sorry ya "loh kan saya baru jadi Ketua PSSI satu bulan"," tutur Erick.
Di sisi lain, Erick pun mengetahui bahwa publik kini kian terbelah pasca-pembatalan Piala Dunia U-20 di Indonesia.
Secara pribadi, Erick mengatakan bahwa dia berprinsip sama dengan Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo.
Pria berusia 52 tahun itu menegaskan bahwa politik dan olahraga harus berada dalam "kamar" yang berbeda. (Tribun Network/Reynas Abdila)