Inilah Mahasiswa Dibalik Geger Skandal Pembocoran Data Facebook
Wylie adalah whistleblower alias pembisik, atau lebih tepatnya pembocor skandal pencurian data personal pengguna Facebook
Editor: Fajar Anjungroso
Cara Cambridge Analytica mendapat data pengguna Facebook
Tahun 2014, Wylie bertemu dengan Aleksandr Kogan di Universitas Cambridge. Kogan menawarkan cara tercepat, termurah, dan berkualitas untuk memanen data pengguna Facebook.
Kepada Wylie, ia mengaku memiliki aplikasi bernama "thisisyourdigitallife" di Facebook.
Aplikasi ini bisa memberikan akses khusus, bukan hanya sekadar dari data pengguna dalam aplikasi tersebut, tetapi juga jaringan teman para pengguna aplikasi.
"Gampangnya, jika Anda menggunakan aplikasi tersebut, Saya tidak hanya akan bisa melihat profil Anda saja, tapi juga teman-teman Facebook Anda", jelas Wylie seperti dilansir dari The Guardian, Jumat (23/3/2018).
Kogan diketahui pernah mengirim e-mail kepada Wylie tentang sifat-sifat personal para pengguna Facebook yang bisa diprediksi melalui aplikasi.
Aplikasi buatan Global Science Research tempat Kogan bekerja, memang kerap menyuguhkan survei tentang kepribadian yang tersebar di Facebook.
Pengguna aplikasi ini secara tidak sadar menyerahkan dengan sukarela data personal mereka, apa yang mereka sukai, di mana mereka tinggal, serta siapa saja teman mereka.
Bahkan, Wylie menuturkan, aplikasi tersebut bisa merangsek ke pesan pribadi di Facebook, meski ia tak tahu apakah Cambridge Analytica juga mengakses pesan pribadi atau tidak.
"Kami hanya perlu menyentuh ratusan ribu akun orang, lalu menyebarkannya lebih luas ke seluruh wilayah AS", ungkap Wylie.
Memang, aplikasi Kogan hanya diunduh 270.000 pengguna Facebook, namun dampaknya hingga puluhan juta data pengguna.
Wylie menambahkan hanya perlu dua hingga tiga bulan untuk memanen 50 hingga 60 juta data pengguna.
Memanfaatkan psikologi untuk mempengaruhi pemilih Wylie sempat berujar, jika dirinya telah membuat senjata perang psikologi untuk Steve Bannon.
Menurutnya, Steve sangat ambisius karena dirinya meyakini untuk mengubah politik, harus mengubah dulu budayanya, karena politik mengalir dalam budaya.