Ekonom Kwik Kian Gie Ketakutan Diserang Buzzer, Begini Saran Jubir Istana dan Tanggapan Pengamat
Akun-akun yang dia namakan buzzer itu dengan pedas 'menghajar' Kwik Kian Gie yang mengkritik pemerintah dan mengumbar masalah pribadi
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Choirul Arifin
Dia mengunggah kata-kata yang kemudian dinilai sebagai bentuk rasial kepada seorang keturunan Papua.
"Kapasitas Jenderal Hendropriyono:
Mantan Kepala BIN, Mantan Direktur Bais, Mantan Menteri Transmigrasi, Profesor Filsafat Ilmu Intelijen, Berjasa di Berbagai Operasi militer. Kau @NataliusPigai2 apa kapasitas kau? Sudah selesai evolusi belum kau?,"
cuit Permadi dalam tangkapan layar akun @permadiaktivis1, Sabtu (2/1/2021)
Namun, Permadi diduga telah menghapus cuitan tersebut. Kendati begitu, tangkapan layar cuitan itu kemudian dibagikan sejumlah warganet dan viral di media sosial.
YLBHI: Pemerintah harus tertibkan
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) meminta Pemerintahan Jokowi menertibkan buzzer.
YLBHI juga turut menyoroti buzzer yang menyerang kelompok yang mengkritisi pemerintah di media sosial. YLBHI menilai mestinya pemerintah bisa mengontrol dan mengambil tindakan terhadap buzzer itu meski tidak 100 persen.
Baca juga: PKB Usul Pemerintah dan DPR Buat Peraturan Khusus Buzzer
Ketua YLBHI Asfinawati seperti dikutip dari DW.com, mengungkapkan, sulit untuk tidak mengkaitkan buzzer itu sebagai pendukung pemerintah.
Asfinawati kemudian mengungkapkan beberapa laporan mengenai buzzer itu.
"Kan pemerintah selalu bilang (buzzer) itu bukan dari mereka. Tapi kalau kita lihat sulit untuk menepis tidak adanya relasi, baik itu relasi dari mereka yang mendukung Pak Jokowi ketika mencalonkan diri atau dari yang lain-lain," kata Asfin kepada wartawan, Selasa (09/2/2021).
Baca juga: Usai Bertemu, Natalius Pigai Tak Mau Menuduh Abu Janda Sebagai Buzzer
Asfinawati juga menegaskan, pemerintah seharusnya bisa mengendalikan oknum yang menjadi buzzer itu. Sebab, menurut Asfinwati oknum tersebut adalah pendukung pemerintah dan ada di bawah pemerintah.
Permintaan Aneh
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga angkat bicara terkait Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta masyarakat aktif untuk mengkritik pemerintah.
"Ajakan presiden itu tentu aneh mengingat Indonesia menganut demokrasi. Di negara demokrasi, kritik itu harusnya mengemuka secara alamiah, bukan diminta," ujar Jamiluddin, kepada wartawan, Rabu (10/2/2021).
Menurutnya di negara demokrasi, masyarakatnya akan aktif menyampaikan kritiknya terhadap kebijakan pemerintah, termasuk atas sikap dan perilaku pejabat negara.
Sehingga permintaan Jokowi dianggap Jamiluddin seolah memberitahukan ada sesuatu yang tidak beres dalam demokrasi Indonesia.
"Jadi kalau presiden meminta masyarakat aktif mengkritik pemerintah, berarti ada yang tidak beres dalan praktik demokrasi di Indonesia. Demokrasi berjalan seolah-olah belum memberi ruang yang besar pada masyarakat untuk menyampaikan kritiknya," ungkapnya.
"Padahal ruang untuk itu sangat terbuka sejak anak bangsa sepakat menganut demokrasi. Hanya saja, dalam perjalanannya, ruang menyatakan kritik itu menjadi terbelenggu setelah bermunculan buzzer bayaran di media sosial," imbuhnya.
Jamiluddin menegaskan para buzzer bayaran tak sungkan menguliti siapa saja yang mengkritik pemerintah.
Hal itu, kata dia, sudah dialami Kwik Kwan Gie, Susi Pudjiastuti dan para pengkritik pemerintah baik di media massa maupun di media sosial.
Sebenarnya, dia memandang perilaku buzzer bayaran tak lazim di negara demokrasi. Sebab di negara demokrasi ancaman terhadap pengkritik lazimnya datang dari negara (state).
Bahkan itu disebut Jamiluddin mengemuka dalam literatur Barat. Ilmuwan di sana umumnya hanya percaya ancaman terhadap pengkritik datang dari negara.
Bila ada ancaman terhadap pengkritik dari buzzer bayaran (masyarakat), ilmuwan Barat pada umumnya tidak percaya. Padahal, lanjutnya, hal tersebut terjadi di Indonesia dimana buzzer (masyarakat) melakukan ancaman terhadap pengkritik.
"Karena itu, kalau presiden ingin masyarakat aktif mengkritik pemerintah, maka para buzzer bayaran yang pertama harus ditertibkan. Sebab, mereka ini yang aktif menguliti siapa saja yang mengkritik pemerintah," jelas dia.
"Masalahnya, apakah Presiden Jokowi mau menertibkan para buzzer bayaran ? Kalau tidak, tentu ajakan Presiden Jokowi agar masyarakat aktif mengkritik pemerintah hanya basa basi politik saja," pungkas Jamiluddin.