Serangan Siber Rusia Bisa Bikin AS dan Sekutunya Ketar-ketir, Berikut Jejak Aksinya
Kekuatan siber Rusia yang berbahaya tak hanya dapat mencuri file-file penting bahkan serangan ini dapat melumpuhkan komunikasi internal suatu negara
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, MOSCOW – Memanasnya invasi Rusia terhadap Ukraina, tak hanya terjadi di dunia nyata namun juga di dunia maya.
Belakangan beredarnya isu hacker Rusia yang dapat menerobos benteng pertahanan pemerintah Ukraina, telah memicu kekhawatiran pada AS dan sekutunya.
Hal ini yang kemudian membuat Presiden AS Joe Biden, memberikan perintah untuk para perusahaan dan organisasi swasta diwilayahnya agar mengunci pintu digital mereka dengan memperkuat sistem keamanan.
Baca juga: AS Dakwa 4 Peretas Rusia atas Serangan Siber di Sektor Energi Global
Langkah tersebut diambil biden setelah beberapa waktu lalu situs pemerintahan Ukraina menjadi sasaran phishing para hacker Rusia.
Melansir dari imperva.com, phishing merupakan jenis serangan rekayasa yang digunakan perentas untuk mencuri informasi, dengan menyamar sebagai entitas tepercaya sehingga mereka dapat menembus komputer target dan akun online.
Kekuatan siber Rusia yang berbahaya tak hanya dapat mencuri file-file penting bahkan serangan ini dapat melumpuhkan komunikasi internal suatu negara.
Kehebatan inilah yang kerap digunakan Rusia untuk mengancam negara-negara musuhnya.
Diantara puluhan siber asal Rusia, tercatat sejauh ini ada 3 serangan siber yang paling ditakuti masyarakat dunia, merangkum dari situs Bbc.com ketiga situs tersebut diantaranya:
Pertama, Siber BlackEnergy
Umumnya serangan ini dilakukan dengan penargetan khusus disertai infrastruktur kritis. Nama siber BlackEnergy mulai dikenal publik sejak 2015 silam.
Tepatnya setelah responden keamanan siber Ukraina, Marina Krotofil mengungkap serangan ini.
Siber BlackEnergy diketahui telah menyerang jaringan listrik milik Ukraina. Bahkan serangan siber ini sukses membuat Ukraina mengalami pemadaman yang berkepanjangan hingga membuat 80.000 warganya kesulitan menggakses listrik.
Kedua, serangan NotPetya
Siber ini diklaim menjadi serangan yang paling mahal dalam sejarah perentasan. Meski para ahli tak dapat memastikan jika serangan ini diciptakan oleh hacker asal Rusia, namun AS dan UE percaya jika serangan ini berasal dari negara pimpinan Vladimir Putin.
Untuk cara kerjanya, hacker tersebut akan menyelipkan pembaruan perangkat lunak pada alat akuntansi populer yang digunakan di Ukraina. Dengan cara ini, serangan NotPetya dapat menghancurkan sistem komputer pada ribuan perusahaan. Akibat dari serangan tersebut perusahaan yang menjadi korban merugi hingga yang 10 miliar dolar AS.
Baca juga: Balas Sanksi Barat, Joe Biden Sebut Rusia Bakal Lancarkan Serangan Siber ke AS
Ketiga, serangan Colonial Pipeline
Serangan ini terjadi pada 2021 silam, dan menargetkan perusahaan minyak asal AS, Colonial Pipeline. Dengan merentas sistem, para hacker tersebut sukses membuat tertutupnya jaringan vital pada saluran pipa minyak.
Akibat dari serangan ini Colonial Pipeline tak dapat memasok solar, bensin dan bahan bakar jet ke wilayah timur tengah. Bahkan para hacker tersebut meminta tebusan hingga 4,4 juta dolar AS yang di bayarkan dalam bentuk Bitcoin.
Meski serangan peretasan ini tidak dilakukan oleh pemerintah Rusia, namun sejumlah ahli menyebut jika siber yang menjadi dalang dari aksi ini, merupakan ransomware DarkSide asal Rusia.
Walaupun serangan ini tidak menyebabkan hilangnya nyawa atau kerusakan besar, yang tidak dapat diperbaiki, namun mengantisipasi terulangnya kembali kejadian serupa membuat pemerintah AS dan UE kini makin berhati-hati terhadap pemerintah Rusia.
Baca juga: MURI Catat SMSI Sebagai Organisasi Perusahaan Media Siber Terbesar di Dunia
Joe Biden Sebut Rusia Bakal Lancarkan Serangan Siber ke AS
Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden mengatakan, pemerintah Rusia sedang mempertimbangkan menggunakan serangan siber yang menargetkan negaranya.
Isu tersebut mencuat di tengah berkembangnya konflik di Ukraina.
Joe Biden juga mendesak sektor swasta untuk meningkatkan perlindungan terhadap serangan siber yang kemungkinan akan terjadi.
Dalam pernyataannya, Joe Biden mengatakan saat ini adalah momen kritis agar AS meningkatkan keamanan siber mereka.
"Adanya momen kritis ini untuk mempercepat pekerjaan kami untuk meningkatkan keamanan siber domestik dan meningkatkan ketahanan nasional kami," ujar Joe Biden, yang dikutip dari laman foxnews.com, Selasa (22/3/2022).
Joe Biden juga memperingatkan adanya potensi aktivitas siber berbahaya yang dilakukan Rusia terhadap AS.
Biden memperkirakan tindakan Rusia ini dipicu karena adanya sanksi ekonomi yang sebelumnya mereka jatuhkan, setelah meletusnya invasi Rusia ke Ukraina.
Baca juga: Remaja 16 Tahun Asal Inggris Disebut Jadi Dalang Peretasan Samsung dan Microsoft
"Hari ini, Pemerintahan saya mengulangi peringatan itu berdasarkan intelijen yang berkembang bahwa Pemerintah Rusia sedang menjajaki opsi untuk potensi serangan siber," tambah Biden.
Pemerintah Biden telah berusaha memperkuat pertahanan siber nasional AS, melalui langkah-langkah keamanan siber yang luas untuk melindungi Pemerintah Federal dan sektor infrastruktur penting.
Joe Biden juga mengungkapkan pemerintah telah menciptakan kemitraan publik-swasta dan inisiatif untuk meningkatkan keamanan siber di semua infrastruktur AS.
Biden menambahkan, sebagain besar infrastruktur penting AS dimiliki dan dioperasikan oleh sektor swasta, dan pemilik serta operator infrastruktur penting harus mempercepat upaya untuk melindungi keamanan dari serangan siber.
Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur (CISA) di Departemen Keamanan Dalam Negeri AS, secara aktif bekerja sama dengan organisasi di seluruh infrastruktur penting untuk berbagi informasi dan panduan mitigasi dengan cepat, untuk membantu melindungi sistem dan jaringan mereka.
Pada bulan lalu, Departemen Keamanan Dalam Negeri AS memperingtakan organisasi AS di semua tingkatan untuk menghadapi ancaman serangan dunia maya, yang merupakan dampak dari konflik Rusia dan Ukraina.
Pemerintah Biden telah memperkuat pertahanan siber AS, setelah serangkaian serangan ransomware menyerang negara ini pada musim panas lalu, di mana infrastruktur penting di AS menjadi sasaran serangan siber ini.
Serangan ransomware pada Juni 2021 lalu, memaksa pabrik yang dioperasikan perusahaan pengepakan daging terbesar di dunia, JBS asal Brasil menghentikan aktivitas bisnisnya. AS menduga serangan ransomware ini dilakukan oleh kelompok peretas asal Rusia.
Hal ini karena serangan siber yang menimpa JBS, terjadi selang beberapa minggu setelah pipa bahan bakar terbesar AS, Pipa Colonial di Pantai Timur AS yang menjadi target kelompok peretas yang berasal dari Rusia.
Selama pertemuan puncak Joe Biden dan Vladimir Putin di Jenewa, Swiss pada Juni 2021 lalu, serangan ramsomware menjadi pembahasan.
Biden mengatakan pada saat itu kepada pemimpin Rusia, infrastruktur penting tertentu dilarang menjadi target serangan, dengan memberikan 16 daftar infrastruktur penting yang mencakup sektor bahan bakar hingga sistem pengairan.
Namun, dalam konferensi pers yang membahas pertemuan tersebut, Putin membantah Rusia bertanggung jawab terhadap serangan siber yang terjadi di AS dan mengklaim sebagia besar serangan siber di dunia merupakan ulah AS.
Pada bulan Juli tahun lalu, Biden telah menandatangani nota keamanan nasional yang mengarahkan pemerintahnya untuk mengembangkan sasaran kinerja keamanan siber untuk infrastruktur penting di AS, yang mencakup infrastruktur seperti listrik, pabrik kimia dan reaktor nuklir.