Tingkatkan Daya Saing di Era Digital, Perusahaan Perlu Adopsi Active Intelligence
Active intelligence dibangun dari data service dan analytic service secara real time agar pelaku bisnis berkontribusi dalam perkembangan bisnis.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di era digital yang serba cepat, perusahaan membutuhkan active intelligence agar informasi data mengenai rantai pasokan akan lebih akurat.
Hal itu disampaikan CBO Sibernetik Integra Data Beny Prabowo dalam keterangannya dikutip Sabtu (1/10/2022).
"Active intelligence berarti bagaimana mendorong pendapatan (drive revenue), mengurangi biaya operasional (reduce operational cost), dan mitigate place yang membantu enterprise untuk semakin terdepan," kata Beny.
Baca juga: China Uji Coba Transaksi Lintas Batas yang Melibatkan Yuan Digital
Menurutnya, dalam satu dekade, perubahan akibat perkembangan teknologi yang sangat cepat membuat perilaku konsumen berubah.
Hal ini menjadi tantangan besar perusahaan dalam mencerna data dari digital, dan bagaimana membuat keputusan untuk perubahan tindakan yang perlu dilakukan dengan cepat.
"Kecepatan merupakan kunci agar perusahaan terus berada di depan. Tantangan ini tidak bisa dijawab dengan traditional intelligence bisnis. Jadi harus lebih ke action," ujarnya.
Active intelligence dibangun dari data service dan analytic service secara real time agar pelaku bisnis berkontribusi dalam perkembangan bisnis.
Misalnya customer experience dengan loyalty program dan operasional efisiensi.
"Terkait active intelligence pada supply chain, merupakan strategi perusahaan terutama untuk menaikkan daya saing. Dengan supply chain, sisi hulu ke hilir dapat terpantau," urai Beny.
GM of Supply Chain Development & Performance at PT Semen Indonesia Yoseph Budi Wicaksono menuturkan, ada dua poin yang menjadi tantangan pada supply chain di Semen Indonesia adalah skala dan standarisasi.
Baca juga: BRI Kolaborasi dengan Majoo Berikan Solusi Digital untuk Merchant di Indonesia
Kata dia, skala terkait dengan pasokan semen di PT Semen Indonesia yang dalam setahun memasok kurang lebih 40 juta ton produk.
Sedangkan standarisasi karena Semen Indonesia merupakan gabungan dari perusahaan semen di Indonesia.
"Bicara mengelola supply chain, kita ada satu keyword yaitu biaya untuk melayani (cost to serve) yang paling optimal," tutur Yoseph.
Pada komponen cost to serve, terdapat data, visibility yang keputusannya harus berbasis informasi, dan alat untuk mengoptimalkan supply chain.
"Tentu akan susah kalau dikelola secara manual," paparnya.