Generasi Muda Punya Peran Strategis dalam Menangkal Radikalisme di Ranah Digital
Paham radikalisme yang menggunakan cara-cara kekerasan banyak disebar lewat internet, khususnya di media sosial.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM - Paham radikalisme yang menggunakan cara-cara kekerasan banyak disebar lewat internet, khususnya di media sosial.
Paham ini bisa ditangkal lewat pendidikan literasi digital yang masif. Selain itu, pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam hubungan sesama manusia Indonesia juga penting.
Hal tersebut menjadi pembahasan dalam webinar bertema “Mewujudkan Ruang Digital yang Sehat: Ayo Tangkal & Lawan Radikalisme!”, Selasa (4/10/2022).
Webinar yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi ini menghadirkan sejumlah narasumber, yaitu dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muslim Indonesia Makassar Izki Fikriani Amir; Sekretaris Nasional Arus Informasi Santri Nusantara (Aisnu) Nafilah Safitri; dan peneliti pada Abdurrahman Wahid Center for Peace and Humanities Universitas Indonesia Faisal Kamandobat.
Baca juga: BNPT-KNPI Teken Kerja Sama Tanggulangi Gerakan Terorisme dan Radikalisme pada Generasi Muda
Izki Fikriani menjelaskan, radikalisme dapat dipahami sebagai suatu sikap seseorang yang menginginkan perubahan atas sesuatu dengan cara menghancurkan yang telah ada dan menggantinya dengan yang baru.
Namun, cara-cara yang digunakan kerap menggunakan kekerasan dan tindakan ekstrem yang merusak. Masalahnya, kata dia, di media sosial saat ini banyak sekali informasi dan paham mengenai radikalisme.
“Jika tidak ditangani dengan baik, maka akan menyebabkan pemahaman yang salah dan mendapatkan berita hoaks yang menyesatkan, merusak tatanan kehidupan masyarakat, dan memecah-belah kerukunan umat beragama,” katanya.
Generasi muda, menurut Izki, punya peran strategis dalam menangkal radikalisme di ranah digital.
Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah dengan memperdalam pendidikan literasi di media sosial, meningkatkan komunikasi antarumat beragama, dan senantiasa mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam hubungan antarsesama manusia.
Di sisi pemerintah, dibutuhkan penangkalan situs-situs yang membawa misi radikalisme dengan tetap memberi pemahaman yang tepat kepada publik.
Faisal menambahkan, ada sejumlah alasan kenapa paham radikal banyak menggunakan media sosial sebagai penyebarannya. Pertama, pesan yang disampaikan bisa menjangkau banyak orang tanpa dibatasi letak geografis dan waktu.
Baca juga: BNPT Dan FKPT DKI Jakarta Berkolaborasi Dengan Dinas Pendidikan Jakarta Cegah Radikalisme Di Sekolah
Kedua, penyebaran pesan bisa dilakukan lebih cepat ketimbang menggunakan media konvensional. Ketiga, pesan disampaikan secara bebas tanpa membutuhkan filter dari editor dan dapat dikemas lebih menarik.
“Namun, bukan berarti itu tidak bisa ditangkal. Cara penanggulangannya adalah dengan meningkatkan rasionalisme dan kritisisme untuk menyeleksi ide, pengetahuan, dan informasi yang diterima.
Itu untuk tingkat individu. Sedangkan untuk tingkat negara, sosialisasi dan internalisasi konstitusi dan hukum untuk menciptakan warga negara yang taat pada hukum yang berlaku,” tuturnya.
Sementara itu, Nafilah Safitri mengungkapkan pentingnya pendidikan literasi digital lewat gerakan digital yang inklusif.
Metode ini menyasar kelompok rentan, seperti anak-anak, perempuan, usia lanjut, penyandang disabilitas, dan masyarakat yang tinggal di daerah terpencil.
“Hal lain yang bisa dilakukan dalam konteks inklusivitas adalah menggalang solidaritas semua kalangan melalui media sosial.
Aksi solidaritas ini banyak diterapkan di masa pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu, seperti penggalangan donor plasma konvalesen, menyediakan sembako bagi warga yang isolasi mandiri, atau konseling online secara gratis,” ucapnya.