Konten Berbahaya dan Ujaran Kebencian di Twitter Melonjak Pasca Akuisisi Elon Musk
Jumlah konten berbahaya hingga kalimat yang mengandung ujaran kebencian di platform twitter melonjak drastis.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK – Pasca Elon Musk mengakuisisi Twitter dan memberlakukan kebijakan amnesti, jumlah konten berbahaya hingga kalimat yang mengandung ujaran kebencian di platform berlogo burung biru itu melonjak drastis.
Kebijakan amnesti pengampunan awalnya diberikan Musk untuk akun – akun yang terkena ban atau diblokir secara permanen, dengan catatan selama akun tersebut tidak melanggar undang-undang atau mengunggah spam.
Kebijakan ini diberlakukan agar dapat memacu percaya publik pada diskusi online tanpa kekangan.
Namun sayangnya pasca diakuisisi Musk konten rasisme meningkat, seperti hinaan terhadap orang kulit hitam Amerika di medsos itu yang awalnya berkisar 1.282 kali per hari melonjak menjadi 3.876 kali sehari.
Kalimat resiosime yang dilontarkan terhadap pria gay atau homoseksual di Twitter juga ikut naik menjadi menjadi 3.964 kali per hari dari sebelumnya berada di kisaran 2.506 kali per hari, seperti yang dilansir dari The Verge.
Sementara untuk unggahan anti semit, yang mengacu terhadap kalimat cercaan kaum Yahudi atau Yudaisme, melonjak lebih dari 61 persen dalam dua pekan setelah Musk mengakuisisi situs tersebut.
Baca juga: Elon Musk Blokir Akun Twitter Kanye West Gara-gara Tebar Ujaran Kebencian
Perubahan di Twitter pasca diakuisisi Elon Musk juga memicu munculnya berbagai akun yang mengidentifikasi diri sebagai bagian dari kelompok teror Negara Islam (ISIS).
Institute for Strategic Dialogue, lembaga pemikir (think tank) mengungkap bahwa platform online, yang terkait dengan ISIS telah naik 69 persen atau sekitar 450 akun hanya dalam kurun waktu 12 hari pasca kebijakan Amnesti diberlakukan.
Baca juga: Presiden Prancis Macron Kritik Elon Musk karena Melonggarkan Aturan Konten Twitter
Bahkan akun terkait dengan QAnon, penganut teori konspirasi sayap kanan turut mencatatkan diri ke layanan terverifikasi alias centang biru Twitter.
“Tindakannya hingga saat ini menunjukkan bahwa dia tidak berkomitmen pada proses yang transparan yang menggabungkan praktik terbaik yang sudah kami pelajari dari kelompok masyarakat sipil," kata Imran Ahmed, kepala eksekutif Center for Countering Digital Hate, pada Sabtu (3/12/2022).
Baca juga: Twitter Terancam Diblokir di Uni Eropa, Kecuali Jika Elon Musk Ikuti Aturan Moderasi Baru
Elon Musk hingga kini belum memberikan komentarnya terkait isu ini.
Presiden Produk Kepercayaan dan Keamanan Twitter Ella Irwin mengatakan, bahwa platform berlogo burung itu Twitter saat ini mulai lebih agresif membatasi tagar dan hasil pencarian yang rawan penyalahgunaan seperti eksploitasi anak.
Twitter juga mulai melakukan otomatisasi untuk memoderasi konten, dengan menghapus ulasan atau cuitan yang mendukung konten berbahaya.
Setidaknya ada beberapa konten kebencian yang dihapus Musk pada hari Kamis (1/12/2022) salah satunya akun Kanye West, karena dianggap melanggar aturan Twitter dengan mengunggah postingan hasutan untuk melakukan kekerasan.