Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Techno

TikTok Ogah Setop Bisnis Medsos dan E-Commerce Secara Bersamaan Meski Diminta Dua Menteri Jokowi

Apabila media sosial dan e-commerce dipisah, manajemen TikTok menilai hal ini dapat menghambat inovasi.

Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in TikTok Ogah Setop Bisnis Medsos dan E-Commerce Secara Bersamaan Meski Diminta Dua Menteri Jokowi
(DOK. TikTok Indonesia)
Ilustrasi TikTok Shop. Apabila media sosial dan e-commerce dipisah, manajemen TikTok menilai hal ini dapat menghambat inovasi. 

TRIBUNNEWS.COM, - TikTok Indonesia buka suara terkait rencana Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan melarang social commerce TikTok Shop.

Diketahui, Zulkifli membuka peluang melarang TikTok Shop beroperasi.

Ia mengatakan, perizinan media sosial dan e-commerce tidak boleh dijadikan satu.

Baca juga: Singgung TikTok Shop, Menkop UKM Teten Masduki: Medsos ya Medsos, Dagang ya Dagang

Head of Communications TikTok Indonesia, Anggini Setiawan mengatakan, apabila media sosial dan e-commerce dipisah, dapat menghambat inovasi.

Selain itu, pedagang dan konsumen di Indonesia juga berpotensi menjadi pihak-pihak yang dirugikan.

"Memisahkan media sosial dan e-commerce ke dalam platform yang berbeda bukan hanya akan menghambat inovasi, namun juga akan merugikan pedagang dan konsumen di Indonesia," kata Anggini dalam keterangan tertulis kepada Tribun Selasa
(12/9/2023).

Saat ini, kata Anggini ada hampir 2 juta bisnis lokal yang beroperasi di TikTok Shop.

Berita Rekomendasi

"Hampir 2 juta bisnis lokal di Indonesia menggunakan TikTok untuk tumbuh dan berkembang dengan social commerce," ujarnya.

Ia berharap pemerintah dapat memberikan kesempatan yang sama bagi TikTok.

Adapun koordinasi antara TikTok Shop dengan Kementerian Perdagangan saat ini tetap berlangsung.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkfili Hasan membuka peluang melarang social commerce TikTok Shop.

Adapun peraturan mengenai social commerce termasuk di dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 Tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE) yang sedang digodok pemerintah.

Pria yang akrab disapa Zulhas itu mengatakan, ia akan melakukan rapat dengan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) mengenai revisi Permendag 50/2020.

Ia berujar, salah satu pembahasannya mengenai rencana melarang bisnis media sosial dan e-commerce berjalan bersamaan atau dikenal juga dengan sebutan social
commerce.

"Izinnya tidak boleh satu. Dia media sosial jadi sosial commerce. Ini diatur. Apakah kita larang aja ya atau gimana ya, ini akan dibahas nanti," katanya ketika ditemui di Hotel Vertu Harmoni Jakarta, Senin (11/9).

"Saya nanti akan rapat di Mensesneg jam setengah 4, membahas termasuk revisi Permendag 50/2020," lanjut Zulhas.

Ketua Umum Partai PAN itu mengatakan, banyak pelaku UMKM dari berbagai sektor yang mengeluh padanya karena kalah saing di social commerce.

Zulhas menyebut, social commerce bisa mengidentifikasi preferensi dari konsumennya, kemudian diarahkan ke produk mereka sendiri.

Dengan kata lain, TikTok Shop memiliki algoritman yang bisa mengarahkan penggunanya ke produk milik mereka sendiri.

"Social commerce itu bahaya juga. Dia bisa mengidentifikasi pelanggan dengan big datanya. Ibu ini suka pakai bedak apa, suka pakai baju apa," ujarnya.

"Nanti yang produk dalam negeri begitu masuk iklan di social commerce, bisa sedikit (munculnya, red). Yang produk dia (hasil produksi social commerce tersebut) langsung
masuk ke ibu-ibu yang teridentifikasi dan terdata," sambung Zulhas.

Maka dari itu, ia menegaskan social commerce harus ditata regulasinya karena kalau tidak, pelaku UMKM Tanah Air bisa mati usahanya.

Untuk tambahan informasi, salah satu poin dalam revisi Permendag 50/2020 juga disebutkan bahwa e-commerce tidak boleh menjadi produsen alias menjual produknya sendiri.

Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki juga keberatan jika platform media sosial TikTok menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan di Indonesia.

Ia mengatakan, TikTok boleh saja berjualan, tetapi tidak boleh disatukan dengan media sosial.

Dari hasil riset dan survei yang dia sebutkan, orang yang berbelanja di TikTok Shop telah dinavigasi dan dipengaruhi oleh perbincangan di media sosial TikTok.

"Belum lagi sistem pembayaran, logistiknya mereka pegang semua. Ini namanya monopoli," kata Teten.

Ia mengatakan, penolakan serupa telah dilakukan Amerika Serikat dan India.

"India dan Amerika Serikat berani menolak dan melarang TikTok menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan," ujar Teten.

"Sementara, di Indonesia TikTok bisa menjalankan bisnis keduanya secara bersamaan," lanjutnya.

Selain itu, Teten juga mengatakan pemerintah perlu mengatur tentang cross border commerce.

Hal itu bertujuan agar UMKM dalam negeri bisa bersaing di pasar digital Indonesia.

Dalam cross border commerce, ritel dari luar negeri bisa menjual produknya langsung ke konsumen.

Teten tak ingin itu terjadi lagi. Jadi, produk dari ritel luar negeri harus masuk lewat mekanisme impor biasa terlebih dahulu.

Setelah itu, barangnya baru boleh dijual di pasar digital Indonesia.

"Kalau mereka langsung menjual produknya ke konsumen, UMKM Indonesia pasti tidak bisa bersaing karena UMKM kita harus mengurus izin edar, SNI, sertifikasi halal, dan lain sebagainya," kata Teten.

Pemerintah juga disebut perlu melarang platform digital untuk menjual produk sendiri atau produk yang berasal dari afiliasinya. Dengan begitu, pemilik platform digital tidak akan mempermainkan algoritma yang dimilikinya untuk menghadirkan praktik bisnis yang adil.

Mantan Kepala Staf Kepresidenan itu mengatakan, pemerintah juga harus melarang aktivitas impor untuk produk yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri.

Pemerintah, kata Teten, juga perlu mengatur tentang harga barang yang bisa diimpor ke Indonesia.

Ia mengatakan, hanya barang yang harganya berada di atas 100 dolar AS yang nantinya diperkenankan masuk ke Indonesia.

“Pemerintah juga perlu melarang barang yang belum diproduksi di dalam negeri meski harganya berada di bawah 100 dolar AS. Tujuannya adalah agar barang-barang tersebut bisa diproduksi oleh UMKM tanah air,” ujar Teten.(Tribun Network/daz/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas