Komisi VI DPR Desak Pemerintah Tegas Larang Social Commerce Jual Produk Langsung ke Konsumen
Amin menuturkan pemerintah harus turun menyelesaikan persaingan dagang yang merugikan bagi sektor UMKM.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Dari hasil riset dan survei yang dia sebutkan, orang yang berbelanja di TikTok Shop telah dinavigasi dan dipengaruhi oleh perbincangan di media sosial TikTok.
"Belum lagi sistem pembayaran, logistiknya mereka pegang semua. Ini namanya monopoli," kata Teten dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (6/9/2023).
Ia mengatakan, penolakan serupa telah dilakukan Amerika Serikat dan India.
"India dan Amerika Serikat berani menolak dan melarang TikTok menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan," ujar Teten.
"Sementara, di Indonesia TikTok bisa menjalankan bisnis keduanya secara bersamaan," lanjutnya.
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkfili Hasan membuka peluang melarang social commerce TikTok Shop.
Adapun peraturan mengenai social commerce termasuk di dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 Tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE) yang sedang digodok pemerintah.
Pria yang akrab disapa Zulhas itu mengatakan, ia akan melakukan rapat dengan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) mengenai revisi Permendag 50/2020.
Ia berujar, salah satu pembahasannya mengenai rencana melarang bisnis media sosial dan e-commerce berjalan bersamaan atau dikenal juga dengan sebutan social commerce.
"Izinnya tidak boleh satu. Dia media sosial jadi sosial commerce. Ini diatur. Apakah kita larang aja ya atau gimana ya, ini akan dibahas nanti," katanya.
Ketua Umum Partai PAN itu mengatakan, banyak pelaku UMKM dari berbagai sektor yang mengeluh padanya karena kalah saing di social commerce.
Zulhas menyebut, social commerce bisa mengidentifikasi preferensi dari konsumennya, kemudian diarahkan ke produk mereka sendiri.
Dengan kata lain, TikTok Shop memiliki algoritma yang bisa mengarahkan penggunanya ke produk milik mereka sendiri.
"Social commerce itu bahaya juga. Dia bisa mengidentifikasi pelanggan dengan big datanya. Ibu ini suka pakai bedak apa, suka pakai baju apa," ujarnya.