Kualitas Internet Masih Rendah karena Operator Kesulitan Gelar Jaringan
Saat ini operator telekomunikasi menghadapi tambahan beban sewa penggelaran jaringan yang dikenakan oleh beberapa Pemda.
Penulis: Erik S
Editor: Choirul Arifin
"Dampaknya menimbulkan ketidakpastian hukum yang berdampak pada terganggunya kegiatan usaha dan pelayanan kepada masyarakat,”ucap Redi.
Berdasarkan UU 25 tahun 2009 pasal 5 tentang Pelayanan Publik Redi menjelaskan bahwa kabel telekomunikasi (komunikasi & Informasi), air, listrik merupakan bagian dari barang milik publik. Tujuan agar harga barang/jasa di masyarakat akan lebih murah.
Baca juga: XL Axiata-Surge Gelar Jaringan Serat Optik Sepanjang 3.599 di Jalur Kereta Api
Konsekuensi jaringan telekomunikasi yang merupakan bagian barang milik publik, menurut Redi sudah seharusnya pemerintah baik di pusat maupun di daerah seharusnya memberikan privilege khusus terhadap sektor telekomunikasi.
Sejatinya privilege khusus terhadap sektor telekomunikasi tersebut sudah tertuang dalam PP 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, PP 46 tahun 2021 tentang Pos Telekomunikasi Penyiaran, PM Kominfo 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan kebijakan untuk mempercepat transformasi digital.
Lanjut Redi, penerapan mengenai sewa lahan di pinggir jalan oleh pemda tidak memiliki dasar hukum kewenangan yang jelas dalam UU Pemda dan UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.
Baca juga: Pemerataan Jaringan Internet di Daerah 3T Sudah Mendesak, Pembangunan BTS Baru Perlu Dilanjutkan
Sehingga, pengenaan tarif sewa yang dilakukan oleh Pemda Surabaya dikatakan Redi tanpa dasar hukum atribusi dalam UU. Karena tak memiliki dasar, Redi menilai pemda harus mencabut pengenaan biaya sewa tersebut.
“Sesuai UU Administrasi Pemerintahan dilarang ada kewenangan yang dibuat oleh Pemda tanpa berdasarkan UU. Sehingga pembentukan peraturan di tingkat daerah yang menerapkan sewa lahan di pinggir jalan bisa menjadi penyalahgunaan kewenangan kepala daerah dan maladministrasi penyelenggaraan pelayanan publik,”terang pengajar pengajar Fakultas Hukum Universitas Borobudur.