Indonesia Dapat Bonus Demografi, Remaja Diingatkan Cegah Risiko Jadi Generasi Cacat karena Gadget
Agar tren bonus demografi ini bisa dimanfaatkan optimial masyarakat juga diingatkan agar menjaga generasi muda tak cacat gadget.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, DEPOK -Dalam beberapa tahun mendatang Indonesia akan kembali mendapatkan bonus demografi ditandai dengan lonjakan penduduk usia produktif yang siap memasuki dunia kerja untuk mendukung pembangunan.
Agar tren bonus demografi ini bisa dimanfaatkan optimial masyarakat juga diingatkan agar menjaga generasi muda terutama mereka yang masih di usia sekolah agar menghindari pemakaian gadget berlebihan.
Baca juga: Road Show Gerakan Gadget Sehat, Guru Punya Peran Strategis Selamatkan Bonus Demografi
Hal ini demi mencegah terjadinya generasi cacat akibat pemakaian gadget berlebihan yang memicu kecanduan.
"Anak-anak SMA harus sadar bahwa mereka ini adalah harapan bangsa. Untuk itu harus bisa menjadi generasi berkualitas. Karena saat ini pintar, sehat dan bermoral yang baik bukanlah pilihan tapi menjadi kewajiban," ujar inisiator Gerakan Gadget Sehat Indonesia (GGSI), Prof. Dr.dr. Ridha Dharmajaya Sp BS (K) saat menyambangi SMA Muhammadiyah 4 Depok dalam agenda roadshow 15 kota di Indonesia, Rabu (8/11/2023).
Prof Ridha menekankan, nasib bangsa ini ada di tangan para generasi muda. Untuk itu masyarakay harus ikut terlibat mencetak generasi muda berkualitas yang pintar, sehat dan memiliki moral baik.
Dia menekankan, salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mencetak generasi berkualitas adalah mengajak anak bijak sejak dini dalam penggunaan gadget.
Menurutnya, penggunaan gadget yang tidak tepat akan berakibat terhadap kelumpuhan atau kecacatan.
Alhasil, bonus demografi yang tengah dihadapi Indonesia saat ini justru bisa berujung menjadi bencana demografi.
Dia menjelaskan, ada dua faktor penyebab penggunaan gadget yang bisa mengakibatkan dampak negatif. Yakni, posisi dan durasi.
"Jika menggunakan gadget dengan posisi yang meyebabkan adanya tekukan pada leher, maka akan ada beban yang ditanggung. Semakin dalam tekukan itu, maka akan semakin berat beban yang ditanggung leher," terang Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ini.
Jika ini berlangsung singkat atau hanya beberapa menit lanjut Prof Ridha, hal itu tidak begitu berdampak.
"Tapi jika tekukan itu terjadi lebih dari dua jam dan secara terus menerus, ini menjadi masalah. Maka akan terjadi gangguan yakni saraf kejepit pada bagian leher. Gejalanya yakni berat di pundak, leher pegal, tangan kesemutan, dan bangun tidur tidak segar," ujarnya.
Prof Ridha menjelaskan, di masa lalu gejala ini sering dirasakan orang tua usia 60 tahun ke atas, tapi sekarang mulai dirasakan remaja baik tingkat SMA, SMP bahkan anak SD.
"Jika gejala awal itu diabaikan dan terus menggunakan gadget dengan posisi yang salah dan dalam durasi waktu yang lama maka yang terjadi adalah kematian saraf," ucapnya.
Prof Ridha menjelaskan, kematian syaraf ini jauh lebih berbahaya dan berujung cacat dengan gejala yang dialami adalah kelumpuhan pada tangan dan kaki, buang air kecil loss atau tidak terasa dan seksualitas bagi kaum lelaki hilang.