Siapa Bilang Singapura Bebas Macet? Di Titik-titik Lokasi Ini Jalanan 'Machica Mochtar' Juga
Singapura kadung identik dengan lalu lintasnya yang tertib dan lancar. Apa iya bebas macet? Enggak juga! Di titik-titik ini ternyata 'Machica Mochtar'
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM - Apa yang terbersit dalam benak Anda ketika kali pertama mendengar kata Singapura? Selama ini Singapura dikenal sebagai negara yang tertib, teratur, bersih, dengan tata kota yang baik dan nyaman. Sebagian orang juga membayangkan Singapura sebagai negara yang bebas kemacetan, asap, atau debu kendaraan.
Namun, benarkah Singapura benar-benar bebas 'Machica Mochtar' (bahasa gaul untuk 'macet total)?'
Seperti kata pepatah, no body's perfect, demikian juga dengan Singapura. Meskipun dibangun dengan sedemikian maju seiring pemberlakuan sederet peraturan bagi warganya, Singapura tetap saja tak lepas dari jerat kemacetan. Setidaknya itu yang dirasakan Kompas.com ketika menyusuri salah satu sudut jalan Singapura pada Rabu (4/12/2014).
Perjalanan dari Nanyang Technological University (NTU) di Nanyang Avenue ke kawasan Orchard terasa lebih lama dibandingkan dengan hari sebelumnya. Entah apa penyebabnya, deretan mobil tampak mengular di sepanjang ruas tol yang mengarah ke Jurong dari NTU. Kira-kira 15-20 menit kemudian, bus yang kami tumpangi bisa lepas dari jerat kemacetan.
Tak hanya terjadi di jalan tol, antrean kendaraan tampak di sejumlah titik, antara lain di sekitar lampu merah dekat Clementi Ave, dan lampu merah di Holand Road yang menuju Orchard Road. Alhasil, kami menghabiskan 1 jam lebih untuk mencapai Orchard dari NTU.
Warga negara Indonesia yang delapan tahun tinggal di Singapura, Rian, mengakui bahwa Singapura bukanlah negara yang bebas macet. Namun, menurut dia, kemacetan di Singapura tidak separah di Jakarta.
"Ya macet saat-saat peak season, saat pukul 07.00-09.00 pagi, lalu jam pulang kerja. Mirip Jakarta, tetapi memang tidak separah Jakarta," kata dia.
Rian yang ikut dalam rombongan bus kami juga menilai kemacetan yang terjadi di tol dari Nanyang menuju Orchard kemarin itu memang tidak wajar. Menurut Rian, kemacetan biasanya tidak terjadi selama itu.
"Mungkin ada kecelakaan, lalu imbasnya ke jalan lain," kata Rian.
Kemacetan di Singapura tak separah yang terjadi di Jakarta karena pemerintah di Negeri Singa telah menerapkan kebijakan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi. Untuk mendorong warganya menggunakan transportasi umum, Pemerintah Singapura menciptakan sistem transportasi yang nyaman, aman, tertib, dan teratur.
"Yang juga paling penting itu on time. Di sini, selalu on time transportasi umumnya," sambung Rian.
Selain itu, lanjut Rian, Pemerintah Singapura seolah mempersulit warganya untuk memiliki kendaraan pribadi. Untuk memiliki kendaraan pribadi, setiap warga harus mendapatkan sertifikat yang disebut dengan certificate of entitlement (COE). Sertifikat ini biayanya bisa lebih mahal dibandingkan dengan harga mobilnya.
Di samping itu, para pemilik kendaraan diwajibkan untuk memiliki asuransi kendaraan. Warga Singapura juga diwajibkan untuk membayar pajak yang tinggi untuk kendaraan pribadi. Bukan hanya itu, kepemilikan kendaraan di Singapura dibatasi hanya sampai 10 tahun.
Ada pula sistem preferential additional registration fee (PARF) yang mengharuskan warganya membuang atau menyudahi pemakaian kendaraan pribadi sebelum 10 tahun. Kebijakan electronic road pricing (ERP) juga membuat penduduk Singapura mempertimbangkan keputusannya untuk memiliki kendaraan pribadi, baik roda dua maupun roda empat.
ERP merupakan sistem yang mengharuskan pengendara untuk membayar dengan jumlah tertentu jika melalui kawasan tertentu. Negeri dengan jumlah penduduk 5,3 juta jiwa itu juga menerapkan sistem pelat nomor mobil berwarna dengan fungsi yang berbeda.
Kendaraan dengan warna pelat merah atau weekend car digunakan mulai pukul 19.00 sampai 07.00 pada hari Senin sampai Jumat. Adapun pada Sabtu dan Minggu, kendaraan ini bebas digunakan 24 jam.
Berbeda dengan pelat merah, kendaraan pelat hitam bisa digunakan oleh warga setiap harinya. Namun, pajak yang dikenakan untuk kendaraan pelat hitam lebih tinggi dibandingkan yang berpelat merah. Meskipun kebijakannya sudah canggih, Singapura tetap saja dilanda kemacetan. Bagaimana dengan Jakarta? (Icha Rastika)