Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Barajah, Baju Kebal Warga Banjar Dipamerkan di Museum Wasaka Banjarmasin

Museum Waja Sampai Kaputing atau kerap disingkat Museum Wasaka menyimpan banyak benda bersejarah saksi bisu perjuangan rakyat Kalimantan Selatan.

Editor: Mohamad Yoenus
zoom-in Barajah, Baju Kebal Warga Banjar Dipamerkan di Museum Wasaka Banjarmasin
Banjarmasin Post/Yayu Fathilal
Barajah, baju warga Banjar yang kebal dari serangan musuh, dipamerkan di Museum Waja Sampai Kaputing, di Jalan Kampung Kenanga Ulu RT 14, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. 

Laporan Wartawan Banjarmasin Post/Yayu Fathilal

TRIBUNNEWS.COM, BANJARMASIN - Museum Waja Sampai Kaputing atau kerap disingkat Museum Wasaka menyimpan banyak benda bersejarah saksi bisu perjuangan rakyat Kalimantan Selatan melawan penjajahan Belanda.

Lokasinya di Jalan Kampung Kenanga Ulu RT 14, Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel).

Di sini ada koleksi senjata-senjata modern hingga tradisional yang dipergunakan rakyat Banjar dahulu kala.

Sebut saja senapan angin yang badan senjatanya dari kayu.

Kemudian ada juga pakaian Barajah yang bertulisan mantra-mantra tertentu agar kebal dari serangan musuh.

Pakaian barajah ini seperti baju kaus dalam, baju luar, ikat kepala dan babat.

BERITA REKOMENDASI

Konon, pemakainya yaitu para pahlawan kemerdekaan Kalsel dulu sengaja meminta pakaian mereka dirajahkan.

Biasanya, mereka yang bisa merajah ini adalah orang-orang yang ahli di bidangnya seperti para ulama.

Kini, pakaian Barajah milik mereka disimpan di museum ini.

Tak hanya itu, di museum ini juga dipamerkan senjata-senjata tajam tradisional seperti mandau dan tombak.

Museum Wasaka
Replika patung warga Banjar saat membuat senjata sebagai perlengkapan melawan musuh, di Museum Wasaka. (Banjarmasin Post/Yayu Fathilal)

Di bagian depan museum ini dipamerkan foto-foto mereka yang pernah menjadi Gubernur Kalsel hingga gubernur yang sekarang masih menjabat, yaitu H Rudy Ariffin.


Di bagian tengah, di lorong sebelah kanan, dipamerkan teks proklamasi pernyataan warga Kalimantan Selatan untuk bergabung sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Masuk ke bagian dalamnya lagi, ada baju-baju Barajah dan berbagai senjata yang dipakai oleh rakyat Kalsel melawan Belanda dulu.

Di sini juga ada berbagai peralatan memasak dan makan yang dipakai para pejuang dulu saat bergerilya.

Ada juga beberapa kamera zaman dulu, tas, radio, dan mesin ketik yang dulu kerap dipakai para pejuang untuk berbagai keperluan memperebutkan kemerdekaan.

Masuk lagi ke bagian belakang, ada replika pembuatan senjata tajam dan pistol milik para pejuang.

Replikanya dilengkapi patung si pembuat senjatanya.

Menurut penjaga museum ini, Usin, replika itu dibuat di Yogyakarta.

Sementara benda-benda bersejarah lainnya sengaja dikumpulkan dari keluarga para pejuang itu yang tersebar di beberapa daerah di Kalsel.

Museum Wasaka
Baju perang warga Banjar di Museum Wasaka. (Banjarmasin Post/Yayu Fathilal)

Museum ini diresmikan pada 10 November 1991 oleh Gubernur Kalimantan Selatan kala itu, HM Said.

Uniknya museum ini, berbentuk rumah tradisional Banjar serupa rumah panggung, yaitu Bubungan Tinggi.

Bangunan ini tidak dengan sengaja dibuat untuk dijadikan museum, tetapi memang sudah ada sejak lama.

Dulu, rumah ini milik warga setempat yang kemudian dibeli oleh Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan.

Pemiliknya dulu adalah sepasang suami istri bernama H Jailani dan Hj Kamsiah.

Rumah ini tergolong spesial karena bertipe Bubungan Tinggi.

Di masa lalu, rumah tipe ini hanya untuk para bangsawan atau orang-orang kaya.

Usin yang masih keturunan dari H Jailani bercerita kalau ayahnya adalah cicit dari H Jailani.

"Kata ayah saya, dulu H Jailani itu seorang yang kaya. Dia juragan jukung atau perahu tambangan. Jukung tambangan adalah salah satu alat transportasi sungai khas suku Banjar," katanya.

"H Jailani konon memiliki beberapa jukung tambangan yang dipakainya untuk berniaga ke berbagai daerah di Indonesia ini," ujar PNS Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Selatan ini.

Seiring berjalannya waktu, rumah ini kian lapuk karena semuanya berbahan kayu Ulin.

Setelah dijadikan museum oleh Pemda Kalsel, rumah ini direnovasi dengan masih menggunakan kayu Ulin sebagai bahan utamanya untuk mempertahankan nilai tradisionalnya.

Rumah ini masih tampak lengkap unsur tradisionalnya seperti tangganya, ukirannya, watun atau kayu pembatas di bagian bawah pintu-pintunya hingga lalungkang atau jendelanya yang khas Banjar.

Di seberangnya ada dermaga dan Sungai Martapura.

Menurutnya, pengunjung yang datang biasanya menggunakan kelotok atau kendaraan pribadi.

"Jarang yang menggunakan angkutan kota karena di sini angkot nggak laku. Bisa pakai ojek di sini ada pangkalannya. Kalau dari Terminal Induk Km 6 di Jalan A Yanui naik ojek ke sini sekitar Rp 10.000 hingga Rp 15.000," katanya.

Mereka biasanya menggunakan alat transportasi kelotok, diturunkan di dermaga di seberang museum ini.

Biasanya, mereka berombongan dan kunjungan mereka sepaket dengan ke Pasar Terapung Lokbaintan di Kabupaten Banjar.

Museum ini ramai dikunjungi saat Sabtu dan Minggu.

"Biasanya akhir pekan kan libur, subuh-subuh turis dari luar Kalsel naik kelotok ke pasar terapung. Pulangnya baru singgah ke museum ini. Makanya museum ini di akhir pekan buka, Senin tutup," ujarnya.

Memasuki museum ini, cukup membayar parkir Rp 3.000 jika Anda menggunakan mobil atau sepeda motor. Kalau masuk ke dalam museumnya gratis.

Pengunjung museum ini tak hanya warga Kalsel, tetapi juga dari daerah lain seperti Yogyakarta, Jakarta dan Bali.

Museum ini beroperasi tiap Selasa hingga Kamis pukul 09.00-12.00 Wita, Jumat 09.00-11.00 Wita, serta Sabtu dan Minggu pukul 09.00_12.30 Wita.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas