Budidaya Ulat Sutera Bali, Kenali Keaslian Benang Sutera di Sini
Jika berkunjung ke Kuta, cobalah sekali-kali tenggok agrowisata yang juga ada di Kabupaten Badung.
Editor: Mohamad Yoenus
Laporan Wartawan Tribun Bali/Rizal Fanany
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Selain wisata pantai, Bali masih memiliki berbagai alternatif wisata yang tidak ada habisnya untuk dikunjungi.
Jika berkunjung ke Kuta, cobalah sekali-kali tengok agrowisata yang juga ada di Kabupaten Badung.
Agrowisata Sutera Sari Segara yang lokasinya ada di Banjar Lateng, Sibang Kaja, Abiansemal, Badung, Bali ini sudah ada sejak 2008.
Agrowisata ini tidak hanya dikunjungi oleh wisatawan lokal, namun juga wisatawan asing.
Agrowisata Sutera Sari Segara di Banjar Lateng, Sibang Kaja, Abiansemal, Badung, Bali. (Tribun Bali/Rizal Fanany)
Budidaya ulat Sutera ini dilakukan oleh pria asal Jogja, Tri Edi Mursabda (52).
Berawal dari keinginan dia untuk membudidayakan ulat Sutera, Edi menghimpun kelompok-kelompok tani yang berasal dari sejumlah daerah di Bali seperti Badung, Singaraja, Jembrana, dan Karangasem.
Dari kelompok tani inilah akan menghasilkan suplai bahan baku.
"Saya menghimpun kelompok tani agar para petani yang berkecimpung dalam budidaya ulat sutra bisa mandiri dalam bekerja," ujarnya.
Untuk pakan ulat, dia menanam pohon Murbey dengan luas tanah kurang lebih setengah hektare.
Selain itu pucuk Murbey dapat digunakan sebagai teh herbal yang berkhasiat untuk menyembuhkan diabetes, darah tinggi, dan kolestrol.
Hasil kain Sutera masih dipasarkan di dalam negeri, untuk permintaan luar negeri hanya pesanan seperti dari Jepang berupa kepompong yang dikapaskan atau dipipihkan.
Menurut Edi, musim hujan menjadi kendala budidaya ulat ini, karena daun yang basah merusak pencernaan ulat yang berefek dari hasil benang.
Menenun kain Sutera. (Tribun Bali/Rizal Fanany)
Satu box/1 siklus menghabiskan 1 ton 200 kg daun Murbey selama 28 hari.