Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Goa Garba di Gianyar Bali, Warisan Purbakala yang Menyisakan Mata Air Untuk Persembahyangan

Goa Garba di Gianyar Bali, warisan purbakala yang menyisakan mata air dan kolam, masih dipakai sebagai persembahyangan hingga kini.

Editor: Agung Budi Santoso
zoom-in Goa Garba di Gianyar Bali, Warisan Purbakala yang Menyisakan Mata Air Untuk Persembahyangan
Tribun Bali/ Cisilia Agustina Siahaan
Salah satu bagian dari Goa Garba di Gianyar, Bali (Tribun Bali/ Cisilia Agustina Siahaan) 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Cisilia Agustina S

TRIBUNNEWS.COM, GIANYAR - Desa Pejeng merupakan satu desa di Kabupaten Gianyar, Bali, yang terkenal akan berbagai situs arkeologi bersejarah.

Satu di antaranya adalah Goa Garba, yang berada di Banjar Samigunung, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali.

Ukurannya tidak terlalu besar, bahkan tergolong kecil. Hanya 200 meter persegi.

Sebuah gapura dengan tampilan bangunan Bali Kuno, dengan tangga yang terbuat dari batu-batu besar menjadi penanda masuk kawasan Goa Garba.

Berdiri sejak 1116 M, Goa Garba menjadi situs yang memiliki nilai sejarah tersendiri.


Salah satu sisi dari Goa Garba di Gianyar Bali (Tribun Bali/ Cisilia Agustina Siahaan)

Tempat ini dulunya merupakan sebuah Pasraman (sekolah/tempat belajar) untuk anak-anak Raja, dan menjadi tempat belajar sekaligus diujinya Kebo Iwa sebelum diangkat menjadi Mahapati Bedahulu.

Berita Rekomendasi

"Kebo Iwa dahulu pada saat Zaman Balingkang (zaman Raja-raja) ingin melamar menjadi Mahapatih Bedahulu. Tapi oleh Raja Jaya Pangus, ia harus melewati pendidikan di sini," ujar Dewa Raka, pemelihara situs Goa Garba.

Sebagai simbol, di area Goa Garba ini juga tampak satu batu dengan cap tapak kaki Kebo Iwa.

Menurut Dewa, tapak kaki ini masih sering diuji kesaktiannya oleh orang-orang yang memilki kekuatan supranatural.

Berkat kejeniusan dan kesaktian yang dimiliki, Kebo Iwa dapat melewati ujian yang diberikan oleh sang Raja.

Sejak itu juga, area pura yang menjadi bagian dari tempat ini pun berubah nama menjadi Pura Pengukur-ukuran.


"Sejak Kebo Iwa diuji di sini, namanya menjadi Pengukur-ukuran. Yang berarti mengukur segala macam ilmu," tambah Dewa.

Dikelilingi Hutan dan Tebing

Berada tepat di bawah Pura Pengukur-ukuran, kawasan situs ini berada dikelilingi oleh hutan yang masih cukup rindang dan berada di tepi timur tebing Sungai Pakerisan.

Satu sungai yang terdapat beberapa situs arkeologi lainnya, seperti Tirta Empul, Gunung Kawi, Pura Mangening, hingga Candi Tegalinggah di Blahbatuh.

Di kawasan ini juga masih terdapat beberapa sumber mata air, yang biasanya digunakan oleh masyarakat desa untuk sembahyang dan membersihkan diri seperti melukat.


Pura Pengukur Ukuran, tak jauh lokasinya dari Goa Garba di Gianyar, Bali (Tribun Bali/ Cisilia Agustina Siahaan)

Beberapa sumber mata air yang sudah kering juga tampak di area dekat goa, tetapi kata Dewa, di waktu-waktu tertentu tiba-tiba mengeluarkan air.

Sempat beberapa kali mengalami pemugaran, khususnya di area gapura karena pernah hampir rubuh.

Hingga saat ini, pengelolaan Goa Garba sekaligus Pura Pengukur-ukuran masih dalam lingkup desa saja serta beberapa arkeolog.

Pendanaan untuk proses pemeliharaan dan perbaikan situs ini pun masih berasal dari upacara-upacara keagamaan masyarakat desa.

Meski tidak dikunjungi oleh banyak wisatawan ataupun pengunjung lokal lainnya, tetapi tempat ini tergolong rapi dan bersih.

Perawatannya rutin dilakukan pihak pemelihara Goa Garba.

Simbol Persembahan kepada Ibu Pertiwi

Goa Garba sendiri memiliki arti, yaitu lubang di dalam.

Goa kecil yang tampaknya seperti lorong terowongan ke bawah ini, dibuat sebagai simbol persembahan kepada ibu pertiwi.

"Karena bentuknya seperti sebuah lubang menuju ke perut bumi, tempat ini digunakan untuk mempersembahkan sesajen yang maknanya untuk bumi ibu pertiwi," ujar Dewa.

Khususnya pada masa-masa piodalan, para Pemangku akan turun ke bawah menghantarkan persembahan berupa sesajen.

Di area Goa ini juga terdapat beberapa pancuran dan kolam.

Ada juga tempat penampungan air yang diberi nama Mahadewi.


Tempat meditasi di dekat Goa Garba di Gianyar, Bali (Tribun Bali/ Cisilia Agustina Siahaan)

Pada zaman dahulu sebagai tempat menyimpan air bekas digunakan.

"Zaman dahulu, air itu benar-benar dihargai. Air habis keramas pun tetap disimpan, tidak seperti zaman sekarang ini, pasti orang tidak akan mau," tambah Dewa.

Ceruk Meditasi Jadi Perhatian

Yang juga cukup menjadi perhatian di area Goa Garba ini adalah area Ceruk meditasi.

Kawasan Ceruk ini berada tepat di bawah Goa, yang bisa diakses sebelum menaiki gapura.

Tak hanya itu, yang juga menarik adalah dua jenis ceruk, yang pada zaman kerajaan dahulu dibedakan untuk masyarakat biasa dan kaum ningrat.

"Yang ada tanda Sri ini khusus untuk raja-raja dan kaum ningrat, sementara yang sebelahnya yang lebih besar untuk masyarakat umum," tambah Dewa.

Namun, untuk zaman sekarang ini, tidak dibedakan lagi untuk area meditasi tersebut.

Kedua ceruk meditasi ini dapat digunakan untuk siapapun yang ingin meditasi di sini.

Khususnya pada bulan purnama dan bulan mati, banyak orang-orang yang datang ke sini untuk bermeditasi.

Suasana tenang yang cenderung sepi pun sangat mendukung untuk dilakukannya meditasi. (*)

Goa Garba

* Berdiri sejak 1116 Masehi, dan menjadi situs yang memiliki nilai sejarah

* Dahulu menjadi Pasraman untuk ana-anak Raja, dan tempat Kebo Iwa diuji sebelum menjadi Mahapati Bedahulu

* Kawasan ini masih terdapat sumber mata air yang biasa dipakai untuk sembahyang dan membersihkan diri

Sumber: Tribun Bali
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas