Mie Soba dari Jepang, Anti Kolesterol dan Mengandung Banyak Zat Besi
Mengonsumsi soba secara berkala juga dipercaya bisa membantu menjaga dinding pembuluh darah awet muda serta mengontrol tekanan darah.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyak yang mengira, seluruh kandungan mi adalah sama.
Kandungan karbohidrat yang tinggi tak jarang membuat mi dipandang sebagai panganan yang tidak sehat.
Namun, buang jauh-jauh pemikiran itu jika bertemu dengan soba. Salah satu varian mi dari Negeri Sakura ini diklaim sebagai mi tersehat dibanding dengan jenis mi lainnya.
“Mi yang lain memakai gandum, tepung gandum. Kalau soba pakai daun, sayuran yang dikeringkan,” ujar CEO Sagami Group, Toshiyuki Kamada, Sabtu (30/5/2015).
Spicy Beef Soba, varian soba panas dengan sensasi rasa pedas. (Kompas.com/Mentari Chairunisa)
Kamada menjelaskan soba terbuat dari buckwheat, sejenis gandum yang mengandung asam amino dan kaya akan flavonoids.
Kelebihan buckwheat dibanding padi atau jenis gandum lain adalah kandungan protein dan vitamin yang lebih banyak serta kandungan mineral, magnesium besi, zinc, tembaga, dan mangan yang lebih banyak.
Mengonsumsi soba secara berkala juga dipercaya bisa membantu menjaga dinding pembuluh darah awet muda serta mengontrol tekanan darah.
Hal itu disebabkan kandungan glukosa yang lebih rendah dalam soba.
“Selain melancarkan peredaran darah, soba juga rendah kalori, juga anti kolesterol, anti aging juga,” lanjut Kamada.
Tak hanya dipercaya baik untuk kesehatan, soba juga diyakini dapat menambah umur panjang bagi masyarakat Jepang.
Terdapat sebuah budaya tradisional untuk mengonsumsi soba di Jepang yang disebut Toshikoshi-Soba.
Bentuk soba yang kecil dan panjang dimaknai sebagai umur panjang dengan penuh kesehatan dan keberuntungan yang kekal.
Toshikoshi-Soba biasa dilakukan saat tahun baru.
Keunikan lain adalah cara memakan soba. Soba yang bisa disajikan dalam dua cara, yakni panas dan juga dingin, memiliki cara tersendiri untuk menyantapnya.
Masyarakat Jepang biasanya memakan soba dengan cara menyedot soba beserta kuahnya hingga menghasilkan bunyi “slurp”.
Meskipun di beberapa negara lain kebiasaan ini dianggap tidak wajar, namun bagi masyarakat Jepang cara makan ini dinilai bisa meningkatkan selera makan mereka. (Mentari Chairunisa)