Lurah pun Diguyur Air, Tradisi Gebyuran Bustaman Jelang Ramadan di Semarang
Lurah pun tak luput dari gebyuran warga, dan tidak marah.
Editor: Mohamad Yoenus
Laporan Wartawan Tribun Jateng, M Syofri Kurniawan
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Tak perlu jauh-jauh ke Thailand untuk melihat atau malah turut serta dalam perang air di Festival Songkran.
Di Semarang, saling menyerang dan berusaha membuat lawan basah menggunakan air juga ada.
Tradisi ini ada di Kampung Bustaman, Kelurahan Purwodinatan, Semarang Tengah.
Acara yang disebut Gebyuran Bustaman ini rutin dilakukan menjelang Ramadan.
Perang air atau Gebyuran Bustaman, tradisi di Kampung Bustaman, Kelurahan Purwodinatan, Semarang Tengah. (Foto-foto Tribun Jateng/M Syofri Kurniawan)
Tahun ini, Gebyuran Bustaman digelar pada Minggu (14/6/2015) sore.
Sejak pagi, anak-anak hingga lansia warga Bustaman sudah menyiapkan air dalam bungkusan plastik.
Menjelang asar, warga berkumpul di Musala Al Barokah, musala yang berada di depan kampung.
Setelah salat, dua sesepuh kampung mulai mengguyurkan air yang diambil dari sumur peninggalan Kiai Bustaman ke beberapa bocah.
Begitu selesai, tanpa dikomando, warga yang sudah berkumpul di sekitar musala langsung saling melempar plastik-plastik berisi air.
Hampir tak ada warga yang tak basah.
Mereka yang berlari masuk gang pun akan diburu yang lain.
Anak-anak tak segan melempar air ke orang tua.
Tentu saja, ini bukan ajang melepas dendam bahkan tak boleh ada yang tersinggung atau marah seusai acara.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.