Masjid Sela Yogyakarta, Dibangun Sultan HB I Tahun 1787, yang Masuk Harus Menundukkan Badan
Masjid sela dibangun oleh Sultan Hamengkubuwono I untuk tempat beribadah keluarga Keraton.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Reporter Tribun Jogja, Hamim Thohari
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Keraton Yogyakarta memiliki banyak bangunan Masjid tua dan bersejarah.
Satu di antara masjid yang berumur tua dan bersejarah adalah Masjid Sela yang berada di RT 41 RW 11 Kelurahan Panembahan, Kecamatan Keraton, No KT 02/329, Kota Yogyakarta.
Lokasinya tak jauh di sisi selatan Plengkung Wijilan.
Awalnya, masjid ini dibangun khusus untuk tempat beribadah keluarga keraton. (Tribun Jogja/Hamim)
Masjid ini berdiri di atas tanah keraton dan berada di pemukiman padat penduduk.
Kata sela diambil dari bahasa jawa krama inggil yang berarti batu.
Masjid ini dinamakan Sela atau batu, karena dalam pembangunannya Masjid ini terbuat dari tumpukan batu yang disusun mengerucut Kemudian disambung cor atap ke atas tanpa tiang.
Pembutan adonan cor menurut cerita tidak memakai air, namun memakai nira atau legen.
Setelah kering, adonan tersebut keras seperti batu.
Dijelaskan oleh Ali Tantowi selaku Takmir Masjid Sela, Masjid tersebut dibangun pada tahun 1709 Saka atau tahun 1787 Masehi.
Pembutan Masjid ini berbarengan dengan pembuatan komplek tamansari.
"Karena sifatnya yang keras dan warnanya hitam seperti batu nama masjid batu dikromoinggilkan menjadi Masjid Selo. Masjid ini didirikan tidak menggunakan kayu," kata Ali Tantowi.
Masjid sela dibangun oleh Sultan Hamengkubuwono I untuk tempat beribadah keluarga Keraton. Pada masa itu komplek keraton Yogyakarta belum selesai pembangunannya.
“Dulu sebelum Keraton selesai dibangun, keluarga kerajaan tinggal di daerah Masjid sini, maka dibangun masjid Sela untuk keperluan peribadahan”, ungkap Ali Tantowi.