Booking Tiket Hotel Lewat Internet? Berhati-hatilah, Simak Kisah Traveler Ini
Anda mau booking tiket hotel secara online? Hati-hati, belajarlah dari kisah traveler ini.
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM - Ceritanya pergilah sekeluarga dan handai taulan serta kerabat Ngeropah. Saya yang orang aneh dulunya suka sekali tinggal di hotel tapi sekarang senang di apartemen saja, karena ingin memberikan pengalaman hidup sehari-hari kepada anak-anak, bagaimana orang lokal di tempat yang didatangi itu hidup sehari-harinya.
Saya browsing internet dan akhirnya mendapatkan apartemen yang sesuai dan menyewanya dari sebuah booking agent jauh hari sebelum berangkat. Setelah dibayar memakai credit card, maka booking agent online itu memberikan nomor telepon dan alamat pemilik apartemen yang akan disewa.
Beberapa kali saya telah menghubungi pemilik apartemen dan nanya di mana mau ambil kuncinya karena nanti kami datangnya malam. Katanya tenang saja, ada restoran pizza di sebelah apartemennya, ambil saja di sana kuncinya. Agar saya lebih yakin, dikirimkannya pula foto restoran tempat dia titip kunci itu.
Maka hujan-hujan hampir jam 9 malam pergilah kami ke restoran pizza tempat katanya kunci dititip. Ternyata gak ada kunci itu. Dari kakek sampai cucu yang punya restoran itu gak ada yang tahu-menahu soal kunci itu. Ditelpon gak bisa lagi tu yang punya. Hape saya tidak jalan, pulsa gak ada habis di-roamingin apa kenapa tauk.
Kami semua kalang kabut, bari ditolongin dan ditenangin sama anak angkat kakak saya yang orang Belanda yang menjemput kami di airport tadinya, Roel dan kakak perempuannya Nadine yang terus berusaha menelpon pemilik apartemen dan mencoba pula mem-booking hotel saja untuk kami karena suami saya sudah mesem-mesem ke saya. Cuma mau nabok malu kali banyak orang wkwkwkkw.
Akhirnya dapat sambungan wifi dari hapenya si Roel itu, maka baru saya dapatkan pesan whatsapp dari pemilik kira-kira sejam lebih kemudian, yang bilang, kuncinya gak di situ, tapi di toko rokok yang buka sampai jam 2 malam, makanya dititipkan di situ kalau-kalau kami kemalaman. Lah ni orang dah tau whatsapp cuma bisa kalau ada internet, SMS kek biar bisa keterima di mana aja….
Maka dapatlah kami kuncinya itu dan masuk ke apartemen yang ternyata bagus sekali tapi penuh baju cucian bergelantungan. Maka saya nanya lagi ma yang punya, lah ini baru disewain ya, koq cuciannya banyak bener kayak orang abis kebanjiran. Kata yang punya dia sendiri yang tinggal di situ.
Kebetulan dia hari itu brangkat liburan jadi gak sempet rapi-rapikan. Sampai di sini suami saya sudah hilang sabar sama saya, katanya saya ini mau jadikan kita semua kelinci percobaan, biasa nginep di hotel diajak ke apartemen gak karuan.
Sebenarnya apartemen itu bagus sekali, hanya cuciannya seperti rumah maling jemuran itu saja…. Tapi kemudian kami tinggal di sana senang sekali karena di tengah kota dan strategis sekali lokasinya dan peralatan rumahnya lengkap semua, nah akhirnya lancar juga yang satu ini.
Karena tadinya hanya mau seminggu di Amsterdam tapi pingin nambah, kami akan ke Wina dulu seminggu dan kemudian kembali ke Amsterdam, maka perlu apartemen lain lagi karena yang ini gak bisa disewa lagi yang punya mau pake sendiri.
Waktu saya dan Suami pergi makan malam di sebuah hotel di dekat sungai Amstel Amsterdam, beliau ngotot mau booking hotel itu saja berapa kamar kek katanya peduli amat gak mau stress, tapi saya ngotot tidak mau, karena saya ingin memberikan pengalaman hidup seperti masyarakat lokal, pergi ke supermarket, masak, buang sampah, membersihkan rumah, nyuci baju, nyuci piring, bebersih, sebagaimana orang hidup di sana.
Suami saya akhirnya setuju sewa apartemen lagi, tapi katanya awas kalau bermasalah lagi. Saya bilang iya. Besoknya suami saya terbang ke London menjemput anak tertua kami yang nanti akan bergabung di Wina. Nah saya booking lagi ini apartemen di Amsterdam melalui agent booking ternama di internet.