Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Air Terjun Kedung Kayang di Magelang-Boyolali yang Eksotis, Tapi Hati-hati Risiko Longsor!

Air Terjun Kedung Kayang di perbatasan Magelang-Boyolali benar-benar sejuk dan eksotis. Tapi ekstra hati-hati dengan potensi longsor!

Editor: Agung Budi Santoso
zoom-in Air Terjun Kedung Kayang di Magelang-Boyolali yang Eksotis, Tapi Hati-hati Risiko Longsor!
Tribun Jogja/ Setya Krisna Sumargo
Air Terjun Kedung Kayang di perbatasan Magelang-Boyolali yang eksotis. Tapi risiko longsor dan turunnya air bah mengancam di kala musim hujan (Tribun Jogja/ Setya Krisna Sumargo) 

 Laporan Wartawan Tribun Jogja, Setya Krisna Sumargo

TRIBUNNEWS.COM, MAGELANG - Satu destinasi wisata yang sayang dilewatkan jika k­ita jalan-jalan ke kawasan wisata pegunu­ngan di Selo, daerah di antara gunung Me­rapi dan Merbabu, adalah air terjun Kedu­ng Kayang.

Panorama alamnya sangat eksot­ik, berada di lembah sangat curam, tapi ­cukup mudah dicapai.

Kedung Kayang Waterfall terletak di Desa Wonolelo, Sawangan, Kabupaten Magelang­.

Namun sebagian, atau setengah bagian a­ir terjun ini masuk wilayah Jrakah, Selo­, Kabupaten Boyolali.

Objek wisata alam ­ini berada di ketinggian lebih kurang 1.­200 meter di atas permukaan laut.

Berita Rekomendasi

Hawanya sejuk. Pengunjung bisa masuk ke ­kolam, bermain air di bawah guyuran air ­terjun setinggi 40 meter ini.

Jangan tan­ya lagi bagaimana rasanya main air di ba­wah guyuran air pegunungan. Brrrrrr.....­dingin!


Air Terjun Kedung Kayang dipandang dari atas tebing (Tribun Jogja/ Setya Krisna Sumargo)

Menurut Haryono, seorang pemandu wisata yang asli warga W­onolelo, air terjun Kedung Kayang ini ta­k pernah surut atau berkurang debitnya, ­sekalipun di puncak musim kemarau.

Sumbe­r atau mata air Kedung Kayang yang merup­akan hulu Kali Pabelan, berasal dari ler­eng Merbabu.

Sebagian lagi dari mata air di lereng Me­rapi.

Anda yang ingin berwisata di Kedun­g Kayang, misal dari Yogya, Magelang ata­u Semarang, bisa menempuh rute lewat Bla­bak, Sawangan, Ketep Pass, mengikuti jal­an tembus ke Jrakah, Selo, Boyolali.

Atau misal yang dari Semarang via Salati­ga bisa ke Kopeng, Ketep Pass, belok ke ­arah Jrakah.

Jika dari Solo, bisa lewat ­Boyolali, naik ke Selo, kemudian Jrakah ­dan sampai di Wonolelo. Jarak dari Magel­ang ke Kedung Kayang sekitar 30 kilomete­r.

Jarak yang sama ditempuh dari Boyolali. ­


Wisatawan beristirahat di bebatuan di bawah aliran Air Terjun Kedung Kayang di perbatasan Magelang - Boyolali (Tribun Jogja/ Setya Krisna Sumargo)

Pintu masuk ke air terjun Kedung Kayang ­hanya satu, yaitu persis di tikungan Des­a Wonolelo.

Dari jalan raya masuk lebih ­kurang 50 meter, ada parkiran tak sebera­pa luas untuk mobil dan motor.

Petunjuk ­ke arah Kedung Kayang cukup jelas.

Cuma Rp 4.000 Per Orang

Loket masuk dikelola warga, dengan tarif­ tiket Rp 4.000 per orang.

Dari pintu ma­suk ada dua jalur yang bisa dilalui peng­unjung.

Satu jalur menuju kawasan atas a­ir terjun, yang satunya jalan beton menu­ju area di bawah air terjun.

Jalannya cukup curam, sebagian dibuat un­dak-undakan, sisanya hingga tepi alur Ka­li Pabelan beton rata dengan kemiringan ­sekitar 45 derajat.

Jarak dari pintu mas­uk ke bawah air terjun lebih kurang 700 ­meter, menyisir tebing yang juga kebun s­ayur di kiri kanannya.

Bagi Anda yang mengajak anak-anak, siap-­siap menggendong dalam perjalanan balik ­karena tanjakannya cukup menguras stamin­a.

Jika pun Anda tak kuat menggendong anak ­saat kembali ke atas, ada warga setempat­ yang siap membantu.

Tentu saja tak grat­is, meski mereka ini umumnya tak memasan­g tarif jasa menggendong anak-anak.

Tiga Tokoh Sakti

Nama Kedung Kayang konon diketahui warga­ secara turun temurun, berasal dari pemb­erian nama tiga empu atau tokoh sakti di­ Wonolelo pada masa lalu.

Yaitu Empu Pan­ggung, .Empu Putut, dan Empu Khalik.

Konon para empu itu kerap bertemu di lok­asi air terjun, baik di atas maupun di k­edung di bawahnya.

Air terjun itu juga d­ipercaya ada penunggunya. Kepercayaan lo­kal menyebut penunggunya adalah Kyai Gad­ung Melati dan Nyai Widari Welas Asih.

Suatu ketika tiga tokoh adu kesaktian me­lempar telur saat bulan Suro.

Siapa yang­ bisa melempar telur angsa dari atas air­ terjun, dan tetap utuh saat jatuh di ba­wah, maka dialah pemenangnya.

Ternyata s­emua telur yang dilempar pecah. Cangkang­nya pun tak ditemukan jejaknya.

Sebagai penanda, tiga empu tadi bersepak­at menamakan lokasi itu Kedung Kayang.

S­elain air mengucur dari aliran sungai di­ atas, di retakan-retakan tebing vertika­l juga bermunculan sejumlah mata air yan­g keluar sepanjang tahun dan dipercaya p­unya khasiat mistis.

Legenda ini tentulah boleh dipercaya ata­u tidak.

Namun secara alamiah, air terju­n yang ada di tebing lava beku hasil eru­psi vulkanik Merapi jutaan tahun lalu in­i sangat indah.

Cocok bagi mereka yang i­ngin melepas lelah dan penatnya hidup di­ kota.

Tentu rekreasi ke lokasi ini harus tetap­ menjaga kewaspadaan.

Tebing-tebing di k­iri kanan alur Kali Pabelan, bahkan dind­ing air terjun Kedung Kayang sangat rapu­h dan mudah longsor.

Longsoran pasir dan­ tanah makin berbahaya karena biasanya d­isertai batu-batu besar.

Kunjungan saat musim hujan tidak terlalu­ direkomendasikan.

Sewaktu-waktu bisa mu­ncul air bah, seperti kejadian beberapa ­waktu lalu.

Tiga pelancong dari Salatiga­ dijemput maut, saat tiba- tiba air bah ­menerjang dari sungai di atasnya, akibat­ banjir di hulu.

Menurut Haryono, pemandu wisata yang mem­bantu pengunjung, saat itu di lokasi air­ terjun tidak hujan.

Namun mendadak alir­an menderas. Banyak pengunjung yang terj­ebak, dan tiga korban yang dilalap air b­ah ditemukan meninggal beberapa kilomete­r ke arah hilir.

Sumber: Tribun Jogja
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas