Melihat Bali Kecil di Desa Werdhi Agung, Dumoga, Sulawesi Utara, Ada Pura di Tiap Rumah Warga
Sejak letusan gunung Agung di Karangasem Bali tahun 1963, sebanyak 1.352 orang kehilangan tempat tinggal, dan terpaksa hijrah ke Sulawesi Utara.
Editor: Malvyandie Haryadi
Hutan belantara yang diberikan itu kemudian digarap oleh warga Bali itu.
Sekitar enam bulan mereka berkutat dengan pohon dan rerumputan liar, warga akhirnya berhasil menyulap hutan belantara itu menjadi kampung bali yang permai.
Warga pun sepakat memberi nama kampung itu Werdhi Agung.
Desa Werdhi Agung, Sulawesi Utara. (Tribun Manado/Fine Wolajan)
Yang awalnya hanya satu desa, Werdhi Agung mekar menjadi Werdhi Agung Induk dan Werdhi Agung Selatan.
Hutan belantara itu ternyata subur, warga Bali itu mengolah lahan pertanian di tanah itu.
Kelapa, cengkih dan padi tumbuh subur di desa ini. Masyarakat Bali ini pun hidup berkecukupan dengan hasil bumi tersebut.
Kini Werdhi Agung Induk dan Werdhi Agung Selatan telah menjadi kampung Bali yang modern.
Berada di desa ini serasa menginjakkan kaki di Pulau Dewata Bali. Sejuta pura di desa ini terlihat di mana-mana.
Tiap rumah warga berdiri pura di halaman masing-masing.
Pura yang berdiri melambangkan kemakmuran dari pemilik rumah. Rata-rata rumah di desa ini telah permanen.
Banyak pula pura megah yang berdiri di pemukiman warga dengan ekonomi menengah ke atas.
Pemandangan wanita Bali yang menggarap kebun dan mengerjakan pekerjaan yang umumnya dilakukan pria terlihat dimana-mana.
Sore hari, para wanita tangguh itu akan meramaikan jalan di desa Werdhi Agung, saat pulang dari kebun.
Di desa ini tak hanya dihuni oleh warga beragama Hindu. Di sini juga ada warga Kristen, yakni Protestan dan Katholik.