Museum Wayang di Jakarta, Anda Bisa Pelajari Bedanya Wayang Kulit, Golek, Revolusi, Suker
Mau tahu apa bedanya wayang kulit, wayang golek (Sunda), wayang revolusi dan sederet lain? Kunjungi Museum Wayang di Jakarta.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Agung Budi Santoso
Tahun 1950-an, RM Sayid tokoh seniman lukis wayang membuat suatu perangkat wayang khusus untuk mengangkat topik-topik tersebut, yang diperkenalkan dengan nama wayang Perdjoeangan.
Perangkat wayang istimewa ini dibeli oleh Wereldmuseum (dahulu Museum Voor Vol Kenkunde atau museum ilmu bangsa-bangsa) di Rotterdam, Belanda.
Wayang Revolusi tidak pernah memiliki naskah cerita tertulis sehingga pagelaran wayang tersebut tidak memiliki pakem yang khusus.
Pada bulan Agustus 2005, Wereldmuseum Rotterdam menyerahkan sebagian keleksi Wayang Kulit Revolusi tersebut kepada Museum Wayang untuk dipinjamkan secara jangka panjang.
Pemda DKI diwakili Wagub Provinsi DKI Jakarta, Kepala Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi Jakarta kemudian secata simbolis menerima penyerahan wayang kulit revolusi 21 April 2005.
Penyerahan itu diberikan Walikota Rotterdam Mr. Ivo Opstelten kepada Pemda DKI di Belanda kepada Gubernur DKI Jakarta Bapak Sutiyoso untuk Museum Wayang 24 September 2005.
Wayang Kulit Revolusi antara lain adalah wayang ibu-ibu pkk dan wanita desa, pejuang dari Madura dan Jawa, pelajar bersepeda, serdadu belanda dan petinggi, gubernur jenderal Belanda dan petinggi kerajaan, pangeran Diponegoro dan kerabat keratin, para demang menghadap raja, TNI, dan pidato Bung Karno.
Sejarah Bangunan
Bangunan yang dibuat pada tahun 1640 oleh Jan Pieterszoon Coen atau yang lebih dikenal dengan nama JP Coen mengalami beberapa kali perombakan.
Pada awalnya bangunan ini bernama De Oude Hollandsche Kerk (Gereja Lama Belanda) dan dibangun pertamakali pada tahun 1640.
Wayang Revolusi, salah satu koleksi Museum Wayang di kawasan Kota Tua, Jalan Pintu Besar Utara Nomor 27, Jakarta Barat. (Tribunnews.com/ Reynas Abdila)
Tahun 1732 diperbaiki dan berganti nama De Nieuwe Hollandse Kerk (Gereja Baru Belanda) hingga tahun 1808 akibat hancur oleh gempa bumi pada tahun yang sama.
Di atas tanah bekas reruntuhan inilah dibangun gedung museum wayang dan diresmikan pemakaiannya sebagai museum oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada 13 Agustus1975.
Meskipun telah dipugar beberapa bagian gereja lama dan baru tetapi masih tampak terlihat di dalam bangunan ini.
Penasaran ingin mengetahui tentang kesenian tentang wayang? Silahkan datang museum ini buka mulai hari Selasa-Jumat pukul 08.00-16.00 WIB dengan biaya tiket masuk Rp 5.000 per orang.