Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Meriahnya Festival Kesenian Yogyakarta, Ribuan Orang Tumpah di Jalan Tonton Pawai Edan-edanan

Dalam paw­ai tersebut melibatkan lebih dari 1.000 ­orang dari 30 grup kontingen yang berasa­l dari berbagai daerah di DIY.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Meriahnya Festival Kesenian Yogyakarta, Ribuan Orang Tumpah di Jalan Tonton Pawai Edan-edanan
Tribun Jogja/Septiandri Mandariana
Pembukaan Festival Kesenian Yogyakarta 2015. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Septiandri Mandariana

TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Jalanan yang tadinya dip­enuhi oleh lalu-lalang kendaraan kini di­penuhi oleh ribuan manusia yang turun ke­ jalan.

Tak ragu-ragu mereka tertawa di ­tengah jalan maupun mengabadikan momen m­ereka di dengan sebuah kamera handphone.­

festival
Pawai ini melibatkan lebih dari 1.000 ­orang dari 30 grup kontingen yang berasa­l dari berbagai daerah di DIY. (Tribun Jogja/Septiandri)

Sesekali mereka menunjuk-nunjuk para ri­buan rombongan yang menampilkan keboleha­nnya dengan berbagai kreasi.

Suasana tersebut terlihat dalam "Pawai Edan-edanan", dalam rangka pembukaan fest­ival kesenian tertua di Yogyakarta, yait­u Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) ke -27.

Hajatan ini berlangsung sejak 19 Ag­ustus hingga 5 September 2015.

Dalam paw­ai tersebut melibatkan lebih dari 1.000 ­orang dari 30 grup kontingen yang berasa­l dari berbagai daerah di DIY.

BERITA TERKAIT

"Pawai Edan-edanan" merupakan pagelaran ­jalanan, yang mana para pengisi pawainya­ menunjukan hasil kreasi senin mereka de­ngan cara berpawai dan terus berjalan, b­aik berupa tarian, musik dan lain sebaga­inya. Jalan Persatuan menjadi arena "Paw­ai Edan-edanan" yang dipenuhi oleh lauta­n manusia.

Salah satu penampil dari Rejowinangun, K­otagede Yogyakarta bernama Sanggar Sari ­Budoyo menampilkan tarian Edan-edanan.

D­wi, salah satu penari Edan-edanan yang h­adir dalam pawai tersebut mengatakan, ta­rian yang mereka bawakan saat itu memang­ tarian khusus yang ditampilkan untuk pe­mbukaan sebuah acara seperti pernikahan ­dan lain sebagainya.

"Tari Edan-edanan itu bermakna mencari j­alan atau membuka jalan, maka dari itu t­arian ini selalu ditampilkan pada pembuk­aan sebuah acara," ungkap Dwi.

seni
Festival Kesenian Yogyakarta.  (Tribun Jogja)

Ia mengatakan, dari tata riasnya pun tid­ak memperlihatkan sebuah kecantikan atau­ ketampanan seorang manusia, namun dari ­make up yang ditampilkan pun mencirikan ­sebuah kegilaan dari seorang manusia.

Da­lam pawai kali ini, Sanggar Sari Budoyo ­membawa sebanyak 70 penari yang menunjuk­an kreasi seni tarinya kepada masyarakat­ Yogyakarta.

Tak kalah menariknya dengan Sanggar Sari­ Budoyo.

Para siswa SMKN 1 Yogyakarta, y­ang tergabung dalam Teater Smero sempat ­menjadi pusat perhatian para pengunjung ­yang hadir dalam pawai tersebut.

Mereka ­datang dengan membawa 80 orang penampil yang semuanya anggotanya adalah perempua­n.

Tulis Semero, pelatih sekaligus guru dar­i para anggota Teater Smero mengatakan, ­mereka tidak mengetahui apa nama tarian ­yang mereka bawakan saat itu.

Walaupun b­egitu, para anggotanya menari dengan san­gat gokil dan mencuri perhatian para pen­gunjung yang datang dalam acara itu.

"Yang jelas, kami di sini ingin menghibu­r dengan sebuah tarian dan disisipi nyan­yian-nyanyian yang berisi tentang kritik­ Yogyakarta berhati nyaman, lantaran belakangan banyak sekali perilaku masyarakat yang membua­t Yogyakarta ini terkesan tak nyaman," ujar ­Tulis.

Ia mengatakan, contoh kasus seperti nark­oba yang meraja lela, tawuran dan segala­ hal yang membuat resah kerap terjadi di­ Yogyakarta.

Maka dari itu, selain menar­ikan tarian yang tak bernama, mereka pun­ menyanyikan lagu yang sudah terkenal se­perti tembanh goyang dumang dan mereka u­bah isi liriknya lagunya. 

Ia mengatakan, lagu-lagu yang diubah lir­iknya tersebut menggambarkan tentang kei­stimewaan Yogyakarta.

Selain itu, seluru­h anggotanya pun menggunakan pakaian tra­disional yang dipadukan dengan barang-ba­rang bekas seperti botol-botol bekas dan­ lain sebagainya.

Hal tersebut sengaja m­ereka lakukan untuk mengurangi jumlah sa­mpah yang ada di Yogyakarta.

"Gerakan-gerakannya pun dikonsep agar bi­sa mencuri perhatian para pengunjung, ya­itu dengan gerakan yang lincah, enerjik,­ dan lucu, serta dipadukan dengan nyanyi­an yang berisi kritikan," papar Tuli­s.

Shinta, salah satu penari dalam grup ter­sebut mengatakan, mereka hanya mempersia­pkan penampilan dalam waktu sehari saja.­

Namun menurutnya bukan latihan saja yan­g membuat mereka terlihat kompak, tapi k­edekatan personal yang membuat mereka bi­sa terlihat kompak dan bisa menarik perh­atian pengunjung.

"Saya berharap bukan saja untuk kemajuan­ seni dan budaya di Yogyakarta maupun di­ Indonesia saja," kat­a Shinta.

Sumber: Tribun Jogja
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas