Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Traveler asal Jambi, 129 Hari Menempuh Perjalanan Darat, dari Turki hingga China

Bagi Eko, perjalanannya ini tidak sebatas jalan-jalan, namun untuk melihat langsung bukti sejarah, melengkapi wawasan yang ia peroleh sejauh ini.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Kisah Traveler asal Jambi, 129 Hari Menempuh Perjalanan Darat, dari Turki hingga China
Eko Primabudi
Foto Eko saat melintasi Turki 

Laporan Wartawan Tribun Jambi, Wahid Nurdin

TRIBUNNEWS.COM, JAMBI - Pada awal tahun 2014, setelah menyelesaikan pendidikan S2 Energy Engineering di Technischen Universitat Berlin, Jerman, Eko Primabudi bisa saja langsung pulang ke Indonesia menggunakan pesawat.

traveler
Eko saat di Ephesus dan Pergamon, Turki.  (Eko Primabudi)

Namun lelaki asli Jambi ini lebih memilih menyisir jalan sutra, sebuah jalan darat yang membentang dari negara Timur Tengah sampai China.

Kecintaannya terhadap sejarah dan peninggalannya, membuat lelaki kelahiran 18 Oktober 1983 betah mendatangi satu persatu negara di jalan bersejarah tersebut selama 129 hari, seorang diri.

Setelah sepuluh hari mengunjungi beberapa kota di Eropa, bungsu putra alm H Abdul Aziz dan Hj Sukmawati ini akhirnya sampai di Istambul, Turki untuk memulai perjalanan daratnya pada 22 Maret 2014.

Dari perjalanan Eko, banyak fakta menarik yang barangkali bermanfaat bagi pelancong yang ingin bepergian ke sejumlah negara.

Bagi Eko, perjalanannya ini tidak sebatas jalan-jalan, namun lebih untuk melihat langsung bukti sejarah, melengkapi wawasan yang ia peroleh sejauh ini.

BERITA TERKAIT

Berinteraksi dengan orang tak sebatas mencari informasi, namun lebih kepada bertukar informasi sehingga tak sedikit dari mereka yang mengenal Indonesia, mengenal Jambi.

eko
Eko di Kyrgistan.  (Eko Primabudi)

“Awalnya saya pengen jalan-jalan keliling Eropa setelah lulus, tapi setelah saya pikir; ah, kurang keren. Setahun sebelum lulus kuliah kepikiran jalur sutra kayaknya menarik. Kebetulan saya juga suka sejarah, jadi setahun sebelum lulus sudah saya siapin,” ucapnya membuka cerita, ketika Tribun menemuinya di kawasan Telanai Pura.

Hambatan paling utama yang ia antisipasi adalah kondisi negara dan bahasa.

Dari yang ia alami, memang nyaris tidak ada yang bisa berbahasa Inggris sepanjang perjalanan. Apalagi di Turki,

Di negara ini, bahkan sulit menemukan mahasiswa yang bisa bahasa Inggris. Dalam pikirannya, ia bakalan sedikit “aman” bila mengunjungi kampus dan menemui mahasiswa untuk bertanya sesuatu,

Namun itu diluar dugaannya. Alhasil hanya bahasa tubuh dan sedikit comotan bahasa setempat yang familiar yang jadi andalannya.

“Saya selalu belajar dari dulu, kalau saya traveling, saya pelajari bahasa yang penting saja. Misalnya, cari kalimat pada bahasa tiap negara yang menyatakan kita tidak bisa bahasa negara tersebut,” ucapnya.

 traveler
Eko saat tiba di perbatasan Kyrgistan- China.  (Eko Primabudi)
Halaman
12
Sumber: Tribun Manado
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas