Cara Sederhana Nelayan Wakatobi Mendeteksi Keberadaan Ribuan Ikan dari Perilaku Lumba-lumba
Ini cara sederhana nelayan Bajo di Wakatobi mendeteksi keberadaan ribuan ikan siap tangkap di laut dari melihat perilaku lumba-lumba.
Editor: Agung Budi Santoso
Sertifikat selam
Untuk diperbolehkan menyelam di Wakatobi, seseorang harus menunjukkan sertifikat menyelam. Dengan alasan kesehatan, seseorang yang baru saja menyelam disarankan untuk tidak langsung terbang.
Waktu sehari sambil menunggu penerbangan inilah yang dimanfaatkan warga Desa Mola di Pulau Wangi-wangi untuk menawarkan daya tarik wisata lainnya. Selain melihat lumba-lumba, ada pula bersampan yang dilakukan sore hari sambil menjemput matahari terbenam.
Wisata bawah laut Wakatobi.
Bersampan ditekuni 1,5-2 jam di wilayah sekitar Desa Mola Raya. Sambil diperkenalkan dengan berbagai jenis lepa atau perahu, pengunjung diajak naik lepa berkapasitas 5-6 orang yang bisa sangat tidak stabil jika penumpangnya terlalu banyak bergerak.
Sambil bersampan yang meluncur di atas air dengan bantuan dayung, tamu diajak mengenal suku Bajo yang kehidupannya berpusat di laut. Di beberapa titik, sampan akan berhenti dan penumpang akan mampir melihat-lihat keramba apung dan keramba tancap yang dipasang di bawah rumah apung.
Ikan-ikan kecil yang turut terjala saat melaut tidak dijual, tetapi dibesarkan di keramba hingga ukuran tertentu. Setelah itu baru dijual.
Namun, tidak semua ikan itu dijual. Ada beberapa ikan dibiarkan besar hingga panjangnya mencapai 1 meter. Ini andalan orangtua Bajo untuk menghibur anaknya yang masih balita. ”Ketika ada anak kecil menangis tidak kunjung berhenti, dia akan diajak orangtuanya ke keramba,” kata Samran, pemandu kami yang juga Koordinator Lembaga Pariwisata (Lepa) Mola.
Pasar ikan, tempat pengolahan ikan, dan Sekolah Maritim adalah tujuan berikutnya. Sekolah Maritim, mulai dari SD hingga SMA, dikembangkan sejak 2006.
Sekolah ini menampung anak Bajo agar tidak putus sekolah. ”Anak-anak Bajo kerap ikut orangtuanya melaut hingga sebulan. Saat kembali, mereka kesulitan beradaptasi di sekolah darat. Akhirnya enggan sekolah,” ungkap Samran. (Sri Rejeki)