Berburu Madu Pahit di Hutan Pelawan, Bangka Belitung
Kawasan Hutan Pelawan yang terletak di Desa Namang, 40 menit dari Bandar Udara Depati Amir, cocok untuk jadi alternatif liburan di Bangka Belitung.
Editor: Malvyandie Haryadi
Membuat sunggau pun tak semudah yang dibayangkan.
Sunggau atau sarang lebah yang ada di Hutan Pelawan. (KOMPAS.com/Mentari Chairunisa)
Mulanya, para petani lebah harus mencari jalur terbang para lebah.
Sunggau yang dibuat di luar jalur lebah tidak akan disinggahi para lebah.
Golok yang digunakan untuk membuat sunggau pun harus terjaga dengan baik.
Golok tersebut tidak boleh digunakan untuk memotong rempah-rempah dan juga tidak boleh terkena oleh kulit manusia.
"Golok tidak boleh kena badan kita, sama rempah juga, itu nanti lebahnya enggak mau karena rasa kayunya beda," ujar salah satu petugas Hutan Pelawan, Zainudin.
Lebah-lebah tersebut biasanya menetap sembari membuat sarang selama 3-4 bulan sebelum akhirnya bisa dipanen.
Lamanya waktu bergantung pada banyaknya bunga yang ada di sekitar sunggau.
Zainudin mengatakan satu sunggau bisa menghasilkan hingga 12 botol madu.
Madu pahit dianggap memiliki beragam manfaat untuk tubuh, seperti untuk pengobatan diabetes, kanker, anti tumor, jantung, dan juga maag.
Masyarakat Bangka Belitung juga menggubakan madu pelawan untuk menyembuhkan luka bakar, obat batuk, serta media terapi kesehatan seperti patah tulang dan kelumpuhan.
Selain menghisap sari bunga pelawan dan menghasilkan madu pahit, lebah-lebah luar ini juga menghisap jenis bunga lainnya, seperti leting, rempodong, ulas, dan juga kabal.
Rasa madu yang dihasilkan pun berbeda yakni cenderung manis layaknya madu pada umumnya.
Puas melihat sunggau lebah, pengunjung juga bisa melihat tempat tumbuhnya jamur pelawan. Jamur pelawan.