Belum Pernah Melihat Lumba-Lumba Hidung Botol? Datanglah Ke Teluk Kiluan di Tanggamus Lampung
Belum pernah melihat lumba-lumba hidung botol? Datanglah ke Teluk Kiluan di Tanggamus, Lampung.
Editor: Agung Budi Santoso
kami berempat, diperlukan 2 jukung, karena 1 jukung hanya boleh membawa maksimal 3 penumpang ke teluk. Saya berada di jukung yang sama dengan Tami, sementara Kiki dengan Megah. Segera kami bersiap dengan life jacket masing-masing, dan tentu saja kacamata hitam supaya tidak silau...
Setelah kurang lebih 1 jam di laut mencari lumba-lumba masa gak ketemu juga? Jukung yang kami naiki kembali berputar arah, menuju sudut lain di teluk.
Tiba-tiba bapak pemandu bilang dengan santainya, "Itu dia, mbak." Hah? Mana pak? Saya dan Tami langsung panik, takut kehilangan momen. Itu dia!!!! Segerombolan lumba-lumba hidung botol (warna abu-abu) sedang melompat-lompat di laut!
Buat saya, Tami, Megah, dan Kiki.... kesempatan ini berharga sekali. Lain rasanya menyaksikan mereka hidup di habitat daripada ketika melihat mereka menjadi obyek hiburan dan diminta untuk mengikuti instruksi ini-itu.
Belakangan, dari koleksi foto lumba-lumba kami yang terbatas, Abi menemukan tidak hanya lumba-lumba hidung botol saja yang waktu itu kami temui, tapi juga lumba-lumba hitam yang memang gemar melompat di dekat kapal, yang bentuk hidungnya tidak seperti botol dan warna kulitnya hitam putih.
Atraksi lumba-lumba di Teluk Kiluan itu tidak memakan waktu yang lama, saya rasa tidak sampai setengah jam, lalu kami tidak melihat mereka lagi.
Segera kami kembali ke pulau, lagipula saat itu hari sudah semakin siang, matahari makin tinggi, dan perut mulai minta diladeni. Di pulau, kami memesan makanan pada pemilik penginapan. Ikan bakar yang cukup untuk kami berempat.
Sesaat kemudian, 4 ekor ikan tongkol, sayur, sambal, dan nasi sebakul dihidangkan tepat di depan kamar kami. Makan siang yang sangat klasik di pinggir pantai, bukan?
Pukul 13.00 waktu setempat dan segera kami berkemas menuju seberang. Kami merasa sangat puas telah menikmati keindahan pulau Kiluan ini. Semoga kealamian yang dimiliki daerah ini tetap dipertahankan.
Selama ini, Kiluan memang dikelola oleh masyarakat setempat, dengan fasilitas dan promosi yang seadanya. Daerah ini betul-betul dikenal oleh masyarakat luas (atau dunia) melalui promosi dari mulut ke mulut.
Kami kembali menaiki jukung dan menepi, lalu memesan kamar di Warung Pak Yon untuk bermalam. Lalu kami mencari jalan, bagaimana supaya bisa menuju Laguna karena pemandu yang sebelumnya hanya memandu di pulau Kiluan saja.
Akhirnya, dari penduduk setempat, dipanggillah beberapa pemuda dengan sepeda motornya yang siap mengantar kami untuk pergi ke Laguna.
Tawar-menawar harga 'ojek' dibantu oleh beberapa ibu-ibu yang kebetulan berbelanja di warung Pak Yon, dan tersebutlah harga kesepakatan Rp 10.000 untuk mengantar kami, bersama seorang pemandu dadakan.