Kuliner Lampung: Terasi Udang Rebon Khas Tulangbawang, Pesaing Berat Produk Bangka
Siapa bilang terasi yang terkenal enak itu cuma dari Bangka dan Cirebon? Di Lampung ada terasi udang rebon, nggak kalah enak juga loh!
Editor: Agung Budi Santoso
Laporan Reporter Tribun Lampung Teguh Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, BANDAR LAMPUNG - Bagi sebagian orang, rasanya belum sempurna acara bersantap kalau belum ada sambalnya. Dan belum mantap sambal kalau tidak ada terasinya. Nah, bagi orang Lampung, terasi yang paling enak adalah terasi udang rebon. Seperti apa rasa terasinya?
Terasi udang rebon khas Lampung.
TERASI atau belacan adalah bumbu masak yang dibuat dari ikan atau udang rebon yang difermentasikan.
Bentuknya seperti adonan atau pasta. Berwarna hitam kecokelatan, tapi ada juga yang diberi pewarna menjadi kemerahan. Terasi ini termasuk bumbu makanan penting bagi masakan di daerah Asia Tenggara hingga China Selatan.
Di Indonesia penghasil terasi paling dikenal adalah Bangka dan Cirebon. Terasi asal kedua daerah ini sudah diakui rasa dan kualitasnya.
Sehingga banyak produk terasi yang mengatasnamakan produknya berasal dari dua daerah itu.
Sementara di Lampung, daerah yang dikenal sebagai daerah penghasil terasi adalah Tulangbawang.
Namun, siapa sangka bila di Desa Sukajaya Lempasing, Kecamatan Teluk Pandan, Pesawaran, ternyata selama ini juga menjadi daerah penghasil terasi.
Uniknya lagi, terasi asal daerah ini hanya menggunakan bahan baku udang rebon, tanpa campuran apa pun.
Sehingga rasa dan aromanya sangat berbeda. Harga jual terasi berukuran bulat besar seperti gula aren itu hanya Rp 5.000 per buahnya.
"Sudah lama daerah ini menghasilkan terasi udang rebon. Terasi buatan sini sudah dikenal masyarakat luas. Sayangnya belum bisa diproduksi kontinyu. Karena, tergantung keberadaan bahan baku," kata Zula, pendamping PNPM Pariwisata yang ditemui di Balai Desa Sukajaya Lempasing, saat proses penjurian pemilihan Desa Wisata Provinsi Lampung, Rabu (2/9) kemarin.
Emping cuplis, salah satu industri rumah tangga khas Lampung.
Ia mengatakan, selama dua tahun terakhir para perajin terasi setop beroperasi.
Penyebabnya, udang rebon yang biasanya didapat di pantai-pantai Teluk Lampung kini sudah sulit diperoleh.
Padahal usaha pembuatan terasi ini bisa menyokong usaha keluarga.
Karena, menurut dia, usaha pembuatan terasi ini juga melibatkan para ibu rumah tangga.
"Para suami yang berprofesi sebagai nelayan mencari udang rebon, sementara yang mengolah menjadi terasi adalah para istri. Jadi bila tidak ada udang rebon, jadinya seperti dua tahun ini berhenti beroperasi. Tapi 10 hari terakhir ini, udang rebon mulai banyak, makanya usaha terasi ini mulai beroperasi lagi," ujarnya.
Dia mengatakan, selama ini pemasaran terasi masih bersifat sederhana. Masyarakat umum yang sudah mencicipi terasi hasil olahan warga dan para tengkulak, akan langsung datang ke rumah-rumah warga.
Terasi itu pun hanya dibungkus dengan kertas koran ataupun daun pisang kering.
"Memang di sini belum ada semacam gerai ataupun plang nama untuk menyebut sebagai sentra terasi, karena produksinya sendiri yang belum tentu," tambah pria yang mendampingi Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Ragom Mufakat ini.
Tapi, Zula menyebut, pernah beberapa bulan Popdarwis membuka gerai jualan terasi serta berbagai cenderamata buatan masyarakat di Pantai Mutun. Namun, itu tak lama bertahan.
Emping dan Cuplis
Tak jauh dari Desa Sukajaya Lempasing yang menjadi wakil Kabupaten Pesawaran, terletak Kelurahan Way Tataan, pemekaran dari Kelurahan Sukamaju, Telukbetung Timur, Bandar Lampung yang merupakan wakil dari Kota Tapis Berseri.
Desa ini masuk dalam kategori desa yang berada di sekitar objek wisata dengan menghadirkan industri kreatif.
Adapun industri yang dilakukan warga adalah produksi emping dan cuplis (emping berukuran lebih kecil dan renyah). Bedanya, emping dan cuplis produksi warga ini sudah dikemas menarik.
"Selain dijual ke pasar seperti Pasar Kangkung, Pasar Gudang Lelang, dan pasar-pasar di Bandar Lampung, ada juga yang sudah dikemas dalam bentuk tas terbuat dari kertas dengan ukuran sedang dan kecil. Pemasarannya sendiri, pernah diikutkan dalam pameran serta kita punya lima gubuk gerai jualan di pinggir jalan dekat Pantai Tirtayasa," Ahmad Yusuf dari Pokdarwis Sukamaju Jaya.
Ia mengaku, masyarakat juga kerap mengalami kendala dalam memproduksi emping dan cuplis karena pasokan tangkil atau melinjonya yang terkadang sulit didapat.
Tapi bila tangkilnya melimpah, maka hampir dari anggota yang seluruhnya para ibu rumah tangga ini bisa mulai membuat emping atau cuplis.
"Untuk membuat emping 1 kilogram, dibutuhkan dua kilogram tangkil. Untuk membuatnya kulit tangkilnya dikelupas, lalu tangkil di goreng dengan pasir panas. Tak begitu lama, tangkil diambil dan digeprek menggunakan palu besi. Satu emping bisa menggunakan dua sampai tiga tangkil. Sementara untuk cuplis, tangkil untuk satu cuplis," tambahnya.
Saat ini harga satu kilo tangkil Rp 12.500. Bila sudah menjadi emping, harganya Rp 40 ribu per kg. Sedangkan untuk cuplis dibanderol Rp 50 ribu sampai Rp 60 ribu per kg.
"Biasanya jelang Lebaran, ada warga yang memiliki melinjo dan minta dibuatkan emping atau cuplis. Kalau seperti itu, kami minta upahnya Rp 7.000 per kg," ujar Sadiah (55), perajin cuplis.
Saat ini ke dua tempat tadi dalam proses penilaian desa wisata tingkat provinsi.
Menurut Uli dari Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung, penilaian desa wisata tingkat provinsi dilakukan di 12 kabupaten/kota.
"Kategori desa wisatanya meliputi desa wisata, desa di sekitar obyek wisata atau berbasis industri kreatif, dan desa pendukung usaha pariwisata atau kemitraan dengan usaha pariwisata. Penjurian sendiri akan dilakukan hingga akhir bulan ini," pungkasnya.
Adapun juri yang menilai dua orang dari Kementerian Parekraf dan Dinas Parekraf Provinsi Lampung, dosen Unila, jurnalis Tribun Lampung, serta fotografer dan penggiat blog Lampung.
Tertarik untuk telusuri desa wisata ini? Anda bisa datang ke daerah ini dengan amat mudah, sebab meski berbeda kabupaten dan kota, industri hanya berjarak beberapa meter saja.
Anda bisa mengarahkan kendaraan ke arah pantai mutun, karena lokasi ini berada tak jauh dari jalan raya Hanura.