Betapa Mbok Suti yang Sederhana Ini Tak Sadar Kalau Pecel Nasi Merahnya Sungguh Sehat
Betapa Mbok Suti yang sederhana ini tidak sadar kalau produk jualan kelilingnya, pecel dengan nasi merah, itu sungguh sehat.
Editor: Agung Budi Santoso
Sambal Hitam Yang Menggoda
Bisa jadi kali ini saya lapar mata, cuma tergoda ingin makan karena 'mata saya' menatap sebuah sajian kuliner yang menggemaskan. Sementara perut belum tentu 'ingin' diisi.
Jika sambal kacang rasanya pekat dengan butiran kasar kacang tumbuk yang sensasi rasanya berbeda jika ditumbuk halus, maka yang ini berbeda.
Sambal wijen hitam lebih halus, seratnya tak sekasar sambal kacang. Rasanya lebih juicy. Pedas cabenya jadi lebih menonjol.
Tak cukup sekali sambal wijen hitam itu ada di pincuk saya, saya berkali-kali minta nambah. Mbok Suti dengan senang hati memberikan sambalnya.
Dari senyum di wajah tuanya saya menangkap sebuah keriaan. Ia tampak bahagia. Sepertinya hasil usaha kerasnya memasak bersama orang rumahnya diapresiasi saya begitu rupa.
Berkali-kali pula si-mbok menanyakan apakah saya senang dengan sambal hitamnya itu. "Enak, tho pak sambalnya si-mbok?
Nambah sambelnya ya, atau mau bawa ke Jakarta yang masih bungkusan plastik ini?", begitu mbok Suti menawarkan sambal pecelnya.
Saya tolak dengan halus tawaran untuk membeli sambalnya karena saya masih beberapa hari travelling di Solo. Saya hanya khawatir tak bisa menyimpan dengan baik dan membuat rasanya jadi tak enak nantinya sesampainya di Jakarta.
Kesadaran Pada Makanan Sehat
Mbok Suti mengaku sudah berjualan pecel dengan nasi merah dan sambal wijen hitam ini selama 15 tahunan. Selama itu ia hanya berjualan setengah hari saja, karena biasanya jualannya sudah laris manis selepas jam makan siang.
Mbok Suti ini tipikal perempuan Jawa yang senang bekerja keras.
Di usianya yang berkisar setengah abad lebih itu ia mengaku belum mau berhenti berjualan Nasi Pecel. Meski pendapatannya tak seberapa, ia senang bisa menyenangkan orang lain dengan penganan sederhana yang ia buat sendiri itu.
Membuat pelanggan senang dan tersenyum setelah memakan nasi pecelnya baginya adalah sebuah kebahagiaan tersendiri. Meski berjualan di emperan toko batik yang cukup tersohor di kota Solo, mbok Suti tak serta merta melakukan aji mumpung dengan mematok harga tinggi nasi pecelnya.