Siapa Sangka Hotel Bintang di Jambi Ini Dulunya Komplek Penjara Pemerintah Kolonial Belanda
Rasa penasaran Anda soal sejarah penjara lama, belum tentu terjawab oleh pengelola hotel. Sebab cerita itu dimulai 85 tahun yang lalu.
Editor: Malvyandie Haryadi
Tahun 1906, Jambi adalah produsen lada yang cukup besar dalam perdagangan dunia. Luas kebunnya ribuan hektar.
Namun dari kepala Helfrich muncul gagasan untuk merubah perkebunan lada menjadi perkebunan karet.
Dia membuat sektor pembibitan pohon karet di Pondok Meja, Sarolangun dan Tebo.
Jutaan pohon karet yang disiapkan untuk menggantikan ribuan hektar kebun lada.
“Bibit itu dibagikan geratis pada masyarakat. Pokoknya yang mau nanam karet, kasih. Main kasih-kasih gitu bae,” kata penulis buku Jambi Dalam Sejarah.
Di waktu yang sama, Portugis juga mengembangkan perkebunan karet di wilayah Malaka (sekarang Malaysia). Di sana mampu memproduksi karet dengan sekala besar.
Helfrich ingin menyaingi perkebunan karet di Malaka.
Perdagangan komoditi karet mendapat respon positif dari perdagangan dunia.
Awal abad 20, Inggris pun ikut mendekat dan mencampuri bisnis karet di Malaka.
Singapura yang sebelumnya di kuasai Belanda, beralih tangan ke Inggris, dan Belanda diberi Bengkulu sebagai daerah jajahan baru.
Pada 1920-an masa Residen C.Portman, perdagangan karet di dunia mencapai puncak keemasan.
Belanda menerapkan sistim “Kupon” untuk pembelian karet dari masyarakat.
“Jadi orang ditanya Belanda, kamu punya berap banyak pohon karet? berapa hektar? Misal dijawab saya punya seribu batang, itu dapat berapa kupon. Bayarnya pakai kupon, baru nanti kuponnya ditukar dengan uang,” tutur Junaidi.
Inggris menjadikan Singapura sebagai sentra perdagangan karet dari Malaka dan Jambi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.