Pariwisata Indonesia Cari Cara yang Kreatif Untuk Mengejar Target yang Lebih Baik
Tuhan selalu punya cara untuk berbicara dengan umatnya. Tak semua orang sanggup menangkap makna di balik peristiwa
Editor: Toni Bramantoro
Mungkin ide ini bukan yang pertama, tapi gagasan besar itu selalu nyaring di saat menemukan momentum besar. Bencana yang membuat Bandara Internasional Lombok (BIL) tutup, dan Bandara Ngurah Rai buka tutup, mengingatkan akan pentingnya konnektivitas alternative.
“Mengapa kita tidak berani memikirkan jembatan Selat Lombok? Yang mengkoneksi Bali-Lombok dari Padang Bay? Juga Jembatan Selat Bali? Yang menghubungkan Ketapang Gilimanuk?” ungkap Taufan.
Dengan begitu, ketika bandara tutup, tidak ada masalah. Tidak perlu stress, tidak perlu meneteskan air mata, karena ada alternative jalur darat.
Memang membutuhkan biaya besar? Tetapi kalau pariwisata dijadikan leading sector, mengapa takut? Infrastruktur juga harus diprioritaskan dong? Yang bisa mensupport pertumbuhan industri pariwisata.
"Toh kalau dimulai sekarang, juga baru akan selesai 5-10 tahun yang akan datang? Tapi ada rencana besar menuju ke sana,” kata Taufan Rahmadi.
Selain itu, lanjut Taufan, saatnya dibangun sarana dermaga yang bagus, yang bisa menghubungkan Lombok-Bali-Banyuwangi ke arah barat, dan Sampai NTT kearah timur dalam package yang regular. Sehingga kalau pun hambatan ada di udara dan darat, masih ada moda transportasi laut yang siaga angkut.
Di sinilah peran cruise atau kapal pesiar yang secara rutin bergerak dari dari dermaga ke dermaga di kota-kota itu.
“Pariwisata kita akan semakin maju tak terbendung,” ujar Taufan, aktivis penggerak Wisata Syariah di Lombok “Pulau Seribu Masjid” dan Provinsi NTB “Sejuta Tahfidz Al Qur’an” itu.
Rupanya, banyak hikmah di balik bencana di pariwisata.