Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Berburu Sulam Usus, Kerajinan Khas Lampung yang Bernilai Tinggi di Rahayu Galery

Tapis dan sulam usus. Dua kerajinan tangan yang beberapa tahun belakangan ini mulai lekat dengan Provinsi Lampung.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Berburu Sulam Usus, Kerajinan Khas Lampung yang Bernilai Tinggi di Rahayu Galery
Tribun Lampung/Heru Prasetyo
Kerajinan sulam usus khas Lampung. 

"Pada dasarnya, dikeluarga kami, saya atau bang Aan memiliki kecintaan dan jalan di bidang ini," ungkap dia.

"Apalagi kan yang kami tekuni ini bukan semata tentang fesyen saja, tapi bagaimana kami berikan kontribusi positif terhadap pelestarian warisa budaya Lampung," paparnya.

Atas kecintaan itulah, maka Rahayu dan keluarga kini dikenal sebagai perajin sulam usus kenamaan Lampung.

Di tangan dinginnya tercipta aneka motif dan bentuk sulam usus yang dapat digunakan oleh masyarakat.

Sebagai informasi, pada awalnya sulam usus hanya dikenakan sebagai bebe atau penutup bahu pakaian adat wanita Lampung.

Namun berkat kecermatan Aan Ibrahim, ia melihat sulam usus cukup menarik untuk dibuat menjadi karya lain.

Hingga pada medio 1996 sulam usus mulai digiatkan olhe Aan Ibrahim dan keluarga termasuk Rahayu.

Berita Rekomendasi

Jadi saat anda datang ke Lampung, bukan lagi hanya tapis yang bisa anda bawa pulang sebagai oleh- oleh.

Sulam usus yang dibuat menjadi kebaya, sarung bantal, dan aneka kerajinan pun bisa jadi alternatif cinderamata.

Rahayu mengatakan, untuk bisa memboyong karya sulam usus koleksi galeri miliknya, pengunjung bisa merogoh kocek mulai dari Rp 500.000 hingga jutaan rupiah.

"Harga sulam usus bisa dikatakan relatif . Sebab ini tergantung dengan desain, motif dan tingkat kesulitan yang diberikan," ungkap Rahayu diplomatis seraya tidak mengelak bahwa produk sulam usus masih menjadi barang yang eksklusif.

Untuk mengenyahkan pandangan itu, Rahayu pun berusaha untuk membuat sulam usus dapat diterima semua pihak.

Inovasi bahan dan motif selalu dilakukan semi eksisnya produk budaya ini di masyarakat.

"Satu yang paling ngena, abang itu nyuruh untuk saya selalu kreatif buat motif baru. Jadi apa yang saya buat bukan seperti di Bambu Kuning, tapi sesuatu yang baru dan engga banyak di pasaran motifnya," tutur ibu empat anak ini.

Halaman
123
Sumber: Tribun Lampung
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas