Rahasia Kelezatan Gudeg Yu Djum, Kuliner Legendaris di Yogya, Berdiri Sejak 60 Tahun Silam
Di tengah zaman yang telah modern dan serba praktis, anda akan tetap menemukan dapur tradisional di dapur Yu Djum.
Editor: Malvyandie Haryadi
"Untuk memasak gudegnya sendiri dan ayam dilakukan mulai jam 12 siang," ujarnya.
Sedang untuk memasak telur bebek, prosesnya dilakukan sejak pagi hari.
Suasana di Rumah Makan Gudeg Yu Djum, Yogyakarta. (Tribun Jogja/Hamim)
Di mana pada pagi hari, telur bebek tersebut direbus dan dikupas, dan akan dibacem pada siang hari bersamaan proses memasak gudeg dan ayam.
"Biasanya jam 12 itu kami mulai menyiapkan bumbu-bumbu yang dibutuhkan. Untuk membacem telur dan memasak ayam biasanya selesai sekitar jam 5 sore," ujarnya.
Sedang untuk gudeg, waktu memasaknya cukup lama.
Gudeg yang dimasak dalam panci besar dibiarkan di atas tungku yang masih terdapat bara apinya selama satu malam.
Pada pagi hari sebelum dijual, gudeg tersebut masih harus digoreng terlebih dahulu.
Selain menggoreng gudeg pada pagi hari, Eni juga harus memasak sambal goreng krecek sebagai masakan pendamping gudeg.
Untuk melayani pelanggannya, dalam sehari 70 kilogram hingga satu kwintal gori (nangka muda) dimasak di dapur tersebut.
Sedang untuk telur bebeknya bisa mencapai jumlah ribuan.
"Hingga saat ini Ibu (Yu Djum) masih terus mengawasi proses memasak gudeg, meskipun usianya telah mencapai 80 tahun. Selain itu, kami tetap menggunakan cara tradisional untuk memasak karena berpengaruh pada rasanya. Seperti penggunaan kayu bakar yang menghasilkan panas yang stabil dan lebih panas dari gas, sehingga menghasilkan gudeg dengan tingkat kematangan yang baik," ujar Eni.
Gudeg Yu Djum sendiri telah ada sejak sekitar 60 tahun yang lalu.
Selain tetap mempertahankan cara memasaknya, Eni mengatakan dia selalu menggunakan bahan-bahan terbaik untuk menghasilkan gudeg dengan cita rasa yang nikmat.
Dicontohkan Eni selama ini dia menggunakan gori (nangka muda) yang berasal dari daerah Prembun.