Ketika Mentari Pagi Membelah Kabut di Puncak Suroloyo, Bukit Tertinggi di Pegunungan Menoreh
Dari balik kabut putih itu pula, stupa puncak Candi Borobudur yang tampak berwarna hitam muncul di permukaan lautan kabut.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, MENOREH - Matahari pagi terlihat bersejajar dengan kami, saat kami sampai di pegunungan Menoreh pada pukul 07.00 WIB.
Sinarnya begitu lembut menyambut kehadiran kami.
Burung-burung berkicau meramaikan angkasa, seolah saling memberi semangat satu dan lainnya dalam memulai aktivitas.
Puncak Suroloyo. (National Geographics)
Tiga gunung besar di pulau Jawa, yaitu Merbabu, Sumbing dan Sindoro menyembul di antara kabut putih.
Ketebalan kabut putih itu tampak seperti ombak yang menenggelamkan daratan hingga yang tersisa hanya sawah yang membentuk susunan tapak siring dan pepohonan yang terletak di dataran yang lebih tinggi.
Dari balik kabut putih itu pula, stupa puncak Candi Borobudur yang tampak berwarna hitam muncul di permukaan lautan kabut, perlahan namun pasti.
Itulah pemandangan yang bisa dilihat saat pagi hari ketika kami berada di Puncak Suroloyo, bukit tertinggi di Pegunungan Menoreh yang berada pada 1.600 meter di atas permukaan laut.
Menuju puncak Suroloyo kami tempuh dengan jalan kaki kurang lebih 7 kilometer.
Kendaraan kami titipkan di rumah penduduk. Kami melewati rute jalan setapak yang hanya digunakan oleh para petani, pencari rumput, dan kayu bakar.
Karena itu, medannya cukup sulit untuk dilewati. Jalan setapak yang licin, tanjakan yang mencapai kemiringan 600, harus kami lalui.
Sesekali kami berpapasan dengan penduduk yang sedang bercocok tanam maupun yang mencari kayu bakar.
Mereka tampak ramah, prototype penduduk desa yang penuh dengan keotentikan.
Hidupnya jauh dari hingar bingar dunia. Mereka bertekun dengan kesunyian dalam berkarya.
Dalam sebuah ladang, kami melihat tanaman cabe sedang berbuah, menunggu dipetik oleh pemiliknya.