Masjid tersebut mampu menampung jemaah antara 700 hingga 1000 orang.

"Kalau sedang ada kegiatan seperti salat Jumat atau pengajian yang ustadnya penceramah terkenal jemaahnya bisa sampai ribuan orang," katanya.

Masjid ini selain cukup terkenal di Banjarmasin, juga menjadi kenangan tersendiri bagi warga Banjarmasin, khususnya mereka yang merupakan alumni Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.

Sebab, masjid ini dulu adalah masjid untuk para mahasiswa di kampus tersebut.

Masjid Hasanuddin Madjedi di Banjarmasin tampak dari luar.

"Dulu, di kampus itu tidak ada masjidnya sehingga para mahasiswa yang muslim kesulitan untuk beribadah, sementara mau ke masjid lain mungkin jauh jaraknya," ceritanya.

Kemudian, mereka juga terkendala peraturan Menteri Pendidikan kala itu yang melarang keberadaan tempat ibadah di lingkungan kampus.

Akhirnya, para alumninya bersepakat membangun masjid di luar lingkungan kampus tersebut, namun lokasinya masih dekat dengan kampus.

Akhirnya, masjid ini berhasil juga dibangun dan diresmikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla pada 21 Juni 2013.

Masjid ini kemudian dinamai Hasanuddin Madjedi untuk mengenang jasa-jasanya karena dia adalah seorang mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat yang tewas saat peristiwa demonstrasi mahasiswa mengusung aksi Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura) pada 10 Februari 1966 di Banjarmasin.

Oleh warga Banjarmasin, khususnya para alumni Universitas Lambung Mangkurat, sosok Hasanuddin Madjedi adalah pahlawan amanat penderitaan rakyat (Ampera).

Masjid ini sangat mudah dicari, apalagi posisinya di tepi jalan raya.

Lokasinya dekat pula dengan kampus Universitas Lambung Mangkurat, lebih tepatnya lagi dekat Bundaran Kayu Tangi dan Jalan Perdagangan.

Kalau mau kemari bisa menggunakan angkutan kota jurusan Kayu Tangi, tarifnya Rp 4.500 per orang. (Yayu Fathilal)