Etika Memakai Sarung dan Selendang Serta Tatakrama Masuk Pura Uluwatu di Bali
Inilah etika berbusana dan tatakrama masuk Pura Uluwatu di Bali.
Editor: Agung Budi Santoso
Laporan Wartawan Tribun Bali, Zaenal Nur Arifin
TRIBUNNEWS.COM, MANGUPURA - Pura Luhur Uluwatu terletak sekitar 30 km arah selatan Kota Denpasar, atau sekitar satu jam dari Bandara Ngurah Rai, Badung, Bali.
Manajer Pengelola Obyek Wisata Kawasan Luar Pura Luhur Uluwatu, I Wayan Wijana mengatakan, Pura Luhur Uluwatu diperkirakan dibangun Mpu Kuturan pada masa pemerintahan raja yang bergelar Sri Haji Marakata, yang memerintah mulai Tahun 944 Caka/1036 Masehi.
Sebelum memasuki pura, wisatawan wajib mengenakan pakaian khusus, yaitu kain sarung untuk mereka yang mengenakan celana atau rok di atas lutut, serta selendang untuk wisatawan yang memakai celana atau rok di bawah lutut.
Kain sarung dan selendang kuning (salempot) tersebut menyimbolkan penghormatan terhadap kesucian pura, serta mengandung makna sebagai pengikat niat-niat buruk dalam jiwa.
Setelah memasuki bagian jabaan pura (halaman luar pura), wisatawan akan disambut sebuah gerbang Candi Bentar berbentuk sayap burung yang melengkung.
Gerbang yang menjadi pintu masuk menuju jabaan tengah ini merupakan peninggalan arkeologis abad ke-16.
Untuk mencapai jeroan pura, pengunjung melewati Candi Kurung yang di depannya terdapat patung penjaga candi (dwarapala) dengan bentuk arca Ganesha.
Untuk menghormati kesucian pura, wisatawan tidak diperbolehkan memasuki ruang utama pemujaan, sebab hanya umat Hindu yang akan bersembahyang saja yang diperbolehkan memasukinya.
Di dalam ruang utama pura, terdapat sebuah prasada, yaitu tempat moksanya Danghyang Nirartha.
Wijana menyampaikan, selama 2015, total wisatawan yang mengunjungi Objek Wisata Kawasan Luar Pura Luhur Uluwatu mencapai 1.560.000 orang.
Atau jika dirata-rata per hari dikunjungi 4.000 sampai 4.500 wisatawan baik lokal maupun mancanegara.
Jam operasional dari mulai pukul 07.00 sampai 19.30 Wita.