Menyantap Ikan Arwana Goreng? Mungkin Hanya Bisa Dilakukan di Arowana Resto
Menu spesial ini menjadi alternatif bagi pecinta kuliner yang berkunjung ke Kampar karena pastinya sangat langka ditemui di restoran mana pun.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, PEKANBARU - Taman Agrowisata Kabupaten Kampar Provinsi Riau menyajikan berbagai fasilitas wisata modern dan nuansa pertanian serta ada makanan khas ikan Arwana Brazilia Silver.
"Sesuai degan namanya, Arowana Resto, restoran ini menawarkan masakan khas ikan arwana," kata pemilik Resto Arowana, Rachmat Jevari Juniardo atau yang akrab disapa Ardo kepada pers di kawasan Agrowisata yang dinamai Kampung Wisata Tiga Dara, Desa Kubang Jaya, Siak Hulu, Kampar, Jumat (5/2/2016).
Menu spesial ini kata Ardo menjadi alternatif bagi pecinta kuliner yang berkunjung ke Kampar karena pastinya sangat langka ditemui di restoran mana pun.
Ardo yang juga legislator di DPRD Kampar merupakan inisiator atas menu khas tersebut, sekaligus menjadi perancang desain Resto Arowana yang menawan.
Namun tentunya ikan arwana yang disajikan bukan yang dilindungi negara, karena jenisnya adalah brazilia silver.
Jenis ini tidak langka dan biasa dibudidaya sehingga tidak lagi dilindungi negara.
Resto Arowana yang berada di dalam kawasan Agrowisata Kampar tersebut didesain minimalis, dengan sajian taman yang dipenuhi dengan bunga dan pepohonan hijau yang rindang.
Sebelum masuk ke lokasi inti Resto Arowana, pengunjung harus melalui jalan setapak yang berada di atas kolam ikan yang di dalamnya dipenuhi ikan arowana berbagai jenis.
Selain menu khas ikan arwana, Resto Arowana juga menawarkan berbagai menu khas lainnya, mulai dari sajian unggas seperti ayam kampung, hingga berbagai jenis ikan baik yang berasal dari kolam, sungai ataupun laut.
Selain Resto Arowana, di Taman Agrowisata pengunjung juga dapat melihat pemandangan yang khas dengan menunggangi kuda dan belajar bertani di kawasan percontohan Rumah Tangga Mandiri Pangan dan Energi (RTMPE).
RTMPE merupakan program yang dijalankan Pemda Kampar untuk menekan angka pengangguran dan kemiskinan di daerah itu.
Program tersebut juga mengajarkan masyarakat untuk mengelola lahan hanya seluas seribu meter persegi.
Namun sudah mampu menghasilkan uang hingga Rp 25 juta, atau melebihi gaji dari seorang bupati.