Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kopi Biji Salak dan Nasi Goreng Salak, Dua Menu Unik di WKS Salatiga

Kopi Biji Salak ini tidak mengandung kafein, sehingga aman bagi lambung, bagi penderita hipertensi, dan asam urat.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Kopi Biji Salak dan Nasi Goreng Salak, Dua Menu Unik di WKS Salatiga
KOMPAS.COM/SYAHRUL MUNIR
Kopi Biji Salak ini tidak mengandung kafein, sehingga aman bagi lambung, bagi penderita hipertensi, dan asam urat. 

Nasi goreng salak ini tidak jauh berbeda dengan nasi goreng pada umumnya, namun yang sedikit berbeda adalah ada campuran potongan-potongan buah salak di dalamnya.

"Salaknya langsung kita ambil dari pohon, jadi masih fresh. Satu porsi nasi goreng salak ini Rp 7.000," ungkap Laili.

Dari internet Laili, pemilik Warung Kebon Salak (WKS) mencoba mencari tahu lebih banyak tentang buah salak melalui mesin telusur di internet.

Ia ingin mengetahui manfaat lain dari buah salak, sehingga bisa diolah menjadi aneka makanan atau minuman yang lebih variatif.

"Waktu itu saya browsing dan menemukan pemanfaatan lain dari salak tersebut. Kemudian saya uji cobakan dan hasilnya adalah Kopi Biji Salak dan nasi goreng salak ini," ungkapnya.

Setelah melalui tahap uji coba, dua menu berbahan salak tersebut mulai dijajakan di warungnya sejak Januari 2015.

Respon dari konsumen pun bagus. Mengenai pembuatan kopi biji salak ini, Laili menuturkan, prosesnya cukup gampang.

BERITA TERKAIT

Biji salak yang sudah dibersihkan dijemur terlebih dahulu.

Setelah kering, biji salak disangrai hingga warnanya kehitaman.

Setelah disangrai, biji kopi ditumbuk hingga menjadi bubuk halus.

Bubuk itulah yang kemudian ia sebut sebagai kopi biji salak.

"Kopi biji salak yang dalam kemasan bisa langsung dibeli di warung atau di UMKM Center Kota Semarang," kata Laili.

Ia menambahkan dengan membuat kopi biji salak ini dirinya juga bisa mengangkat kesejahteraan petani salak di desanya.

Sebab menjadi kelaziman jika panen raya salak tiba, harga buah dari sejenis pohon palma ini harganya anjlok, sehingga para petani sangat dirugikan.

"Pernah satu kilogram harga dari tengkulak Rp 500. Lalu saya beli salak para petani ini Rp 1.000 per kilogram, saya ambil kentosnya. Dagingnya silahkan dimanfaatkan kalau mau," kata Laili. (Kompas.com/Syahrul Munir)

Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas