Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Lihatlah Pesonanya, Pantas Saja Juhu Disebut Sebagai Desa Terindah di Kalsel

Pernah mendengar sebuah desa bernama Juhu yang disebut-sebut terindah Kalimantan Selatan?

Editor: Agung Budi Santoso
zoom-in Lihatlah Pesonanya, Pantas Saja Juhu Disebut Sebagai Desa Terindah di Kalsel
Banjarmasin Post/ Moh Kipli Alghifary
Salah satu sudut keindahan Desa Juhu di Kalsel. 

TRIBUNNEWS.COM, BANJARMASIN- Pernah mendengar sebuah desa bernama Juhu di Kalimantan Selatan?

Atau mungkin pernah mendengar tentang Pegunungan Meratus yang melintasi banyak wilayah di Kalimantan?

Nah, Desa Juhu ada di salah satu lereng pegunungan tersebut.

Desa ini masuk wilayah administratif Kecamatan Batang Alai Timur (BAT), Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan.

Desa ini disebut-sebut sebagai desa tertinggi di Kalimantan Selatan dengan ketinggian 560 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Desa tersebut masih tergolong alami, berada di wilayah yang tertutup dengan lebatnya hutan belantara Kalimantan Selatan.

Akses ke sana pun tak mudah.

Berita Rekomendasi

Diperlukan waktu dua hari mencapainya, sebab harus melalui hutan-hutan dulu.

Belum lagi jaraknya yang sangat jauh dari pusat kota.

Lelahnya perjalanan menuju desa ini terbayar saat tiba di sana.

Di sana, pemandangan alamnya masih sangat alami, tenang dengan nuansa adat dan kekerabatan masyarakat lokal yang masih sangat kental.

Muhammed Kipli Alghifari yang pernah ke sana menuturkan pengalaman serunya saat berkunjung ke desa tersebut.

Dia ke sana berjalan kaki selama dua hari dari desa terdekat, yaitu Desa Kiyu.

Menurut pemuda yang senang menjelajah alam ini, Juhu adalah desa terindah di Kalimantan Selatan yang pernah dilihat.

"Pemandangan di kampung ini sedikit ada kesamaan dengan kampung Wae Rebo di Flores, Nusa Tenggara Timur, yaitu sama-sama terletak di perbukitan yang rimbun. Desa Wae Rebo jarak tempuhnya cuma sekitar beberapa jam tetapi Desa Juhu ini memerlukan waktu sekitar dua hari bagi pemula, jalan kaki dari desa terdekat," katanya.

Namun bagi warga setempat cuma memerlukan waktu sekitar 8-10 jam ke sana.

Disebut desa terindah karena pemandangan alam desa ini dipenuhi hamparan rumput yang hijau menutupi tanah, bebatuan gunung yang berhamburan menambah indahnya panoramanya.

Herannya lagi, di tengah belantara desa ini banyak kerbaunya juga walaupun tidak ada rawa di sana.

"Di sebelah barat desa ini tampak gagahnya puncak gunung tertinggi di Kalimantan Selatan yaitu Gunung Halau-halau," imbuhnya.

Ditambah lagi dengan keramahan warga sana dan sejuknya udaranya membuat pelancong betah tinggal di sana.

"Semua warga desa ini adalah suku Dayak. Adat lokal mereka masih sangat kental. Mereka semuanya beragama Kaharingan," ungkapnya.

Kaharingan adalah keyakinan lokal suku Dayak, semacam kepercayaan animisme dan dinamisme yang sejak lama sudah tumbuh subur di kalangan masyarakat Dayak di pulau Kalimantan ini.

Rumah-rumah mereka masih sangat tradisional dan berbahan kayu.

Ada juga sebagian yang beratap seng dan dindingnya berbahan bambu.

Walau begitu, di sini juga ada sekolah, yaitu Sekolah Dasar Kelas Kecil Abdurrahman Wahid Gusdur.

"Walaupun sekolah ini tergolong kurang layak, tetapi ada juga sekolah di sana dan mereka bisa menikmati pendidikan juga," urainya.

Desa ini sering dikunjungi pelancong, khususnya lagi para pecinta dan penjelajah alam.

"Kita di kampung sini bisa menginap di rumah warga, balai adat atau berkemah di hamparan rerumputannya," paparnya.

Soal komunikasi, tak perlu khawatir karena mereka bisa saja memahami bahasa para pendatang.

"Kalau di antara mereka sih ngobrolnya Bahasa Dayak," ujarnya.

Soal makanan mereka kebanyakan berupa nasi bercampur garam dan sayur.

Mata pencarian mereka adalah bercocok tanam, berkebun pisang dan berbagai sayuran, berburu dan sebagian ada juga yang merantau ke Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan untuk mendulang emas.

Makanan mereka yang sangat sederhana tersebut, sesekali bisa saja menjadi lebih mewah jika mereka berhasil membawa pulang hewan hasil perburuan di hutan.

"Kalau dapat hewan, mereka bisa makan lauk daging," katanya.

Di sana, jangan berharap akan mudah mendapatkan sinyal telepon.

Maklum saja, desa ini di lereng gunung yang tinggi dan di tengah-tengah hutan.

Akses ke sana cukup sulit dan hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki.

Saat ke sana, dia menumpang ojek dari sebuah desa bernama Birayang yang berada di Kecamatan Batang Alai Selatan ke desa terdekat dari Juhu, yaitu Kiyu.

Tarifnya Rp 50 ribu per orang dengan waktu tempuh 50 menit dan registrasi masuk wilayah ini Rp 3 ribu.

Selanjutnya dia ke Desa Juhu berjalan kaki melewati hutan-hutan selama dua hari. (Yayu Fathilal)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas