Thiwul Ayu Mbok Sum, Jajanan Tradisional yang Coba Bertahan dari "Gempuran" Kuliner Modern
Di tengah serbuan jajanan modern dan asing, jajanan tradisional masih tetap memiliki banyak penggemar.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribun Jogja, Hamim Thohari
TRIBUNNEWS.COM, BANTUL - Di tengah serbuan jajanan modern dan asing, jajanan tradisional masih tetap memiliki banyak penggemar.
Hal ini terlihat jika menilik tempat produksi dan penjualan thiwul di sudut kabupaten Bantul.
Tiwul yang baru selesai dikukus. (Tribun Jogja/Hamim Thohari)
Di toko oleh-oleh bernama Thiwul Ayu Mbok Sum, di Dusun Mangunan, Desa Mangunan, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, setiap harinya mampu menjual 500 porsi thiwul aneka rasa.
Dikatakan Suminem, pemilik usaha ini, dirinya mulai memproduksi dan berjualan cemilan tradisional ini tahun 1997.
Saat itu Suminem ingin merintis usaha sekaligus mempertahankan kuliner yang berbahan baku dari tepung gaplek (ketela pohon yang dikeringkan) tersebut.
Saat ini di Thiwul Ayu Mbok Sum memiliki beberapa varian rasa yakni rasa gula jawa, coklat, keju, dan gula pasir.
"Dulu saat awal merintis usaha, yang saya buat hanya tiwul gula pasir. Kemudian saya membuat varian rasa gula jawa," ungkap Mbok Sum.
Inovasi terus dilakukan, hingga pada sekitar tahun 2009 tercipta varian rasa coklat dan keju.
Lokasi penjualan tiwul Mbok Sum. (Tribun Jogja/Hamim)
Untuk membuat tiwul, selain tepung gaplek bahan yang digunakan adalah kelapa parut, dan campuran rasa yang dinginkan.
Tepung gaplek yang didapatkan dari para petani ketela di kawasan Dlingo yang sebelumnya masih kasar, digiling ulang.
Setelah halus, tepung tersebut dicampur dengan bahan yang lainnya dan kemudian dikukus selama kurang lebih 5 menit.
Pengukusannya pun masih mempertahankan cara tradisional menggunakan tungku kayu bakar.
Citarasa dari panganan yang satu ini adalah manis, gurih, dan teksturnya lembut.