Tim Jelajah Kebangsaan Wartawan-PWI Kunjungi Situs Arkeologi Liang Bua Di Ruteng
Liang Bua terletak diperbukitan karst pernah digunakan sebagai hunian pada jaman prasejarah. Latar mulut gua yang lebar dan dalam
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, MANGGARAI - Memasuki provinsi ke-25, Tim Jelajah Kebangsaan Wartawan (JKW)–PWI yang terdiri dari Sonny Wibisono, Indrawan Ibonk, Aji Tunang Pratama dan Yanni Krishnayanni berkesempatan mengunjungi situs arkeologi bersejarah Liang Bua yang terletak di desa Liang Bua Kecamatan Rawung Utara, Kabupaten Manggarai, Flores.
Liang Bua terletak diperbukitan karst pernah digunakan sebagai hunian pada jaman prasejarah. Latar mulut gua yang lebar dan dalam dengan atap yang tinggi berhias tonjolan batu stalagnit dengan permukaan gua yang luas dan datar.
Liang Bua merupakan gua tempat ditemukannya fosil kerangka manusia kerdil purba dan beberapa kerangka hewan purba lainnya.
Sebagai situs arkeologi, Liang Bua juga menjadi obyek kegiatan penelitian arkeologi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional yang juga melibatkan beberapa peneliti dari mancanegara.
Menurut Octavianus Rosari atau biasa dipanggil Ovan, seorang pemandu gua di Liang Bua, mengatakan, di situs ini banyak ditemukan fosil kerangka manusia kerdil purba di lapisan Plestosen akhir di kedalaman 595 cm.
Dalam penumuan fosil manusia purba ini ditemukan 9 individu fosil Homo Floresiensis namun hanya satu fosil yang dalam keadaan hampir utuh yang diperkirakan berjenis kelamin wanita dewasa usia 25 – 30 tahun.
Selain itu turut pula ditemukan kerangka fosil beberapa hewan purba dilokasi penggalian arkeologi Liang Bua.
“Tinggi manusia kerdil yang ditemukan kira-kira setinggi 106 cm, dan ada beberapa kerangka hewan juga yang ditemukan seperti komodo, gajah purba dan burung marabou yang saat ini hanya dapat ditemukan di Afrika sementara di Manggarai sini burung ini sudah dinyatakan punah,” ungkap Ovan kepada tim JKW-PWI.
Dalam bahasa setempat Liang Bua dapat diartikan sebagai “Gua yang sejuk”. “Dalam bahasa lokal Liang berarti “Gua” dan Bua artinya “Sejuk”, jadi Liang Bua berarti Gua yang sejuk,” jelas Ovan.
Liang Bua pertama kali ditemukan oleh seorang pastur berkebangsaan Belanda yang saat ini mengajar di Seminari Mataloko Kabupaten Ngada Flores Tengah bernama Theodore Verhoeven pada tahun 1965 yang menemukan semacam peralatan rumah tangga.
Penemuan Theodore Verhoeven ini kemudian dilanjutkan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) pada tahun 1978 – 1989, yang dilanjutkan melalui keejasama dengan Universitas New England dan Universitas Wollongong, Australia dari tahun 2001 hingga saat ini.
Penemuan fosil manusia purba yang memiliki nama lain Homo Floresiensis di Liang Bua ini sempat menggegerkan dunia arkeologi Nasional maupun mancanegara.
Didalam gua ini juga terdapat gua-gua kecil yang hanya dapat diakses dengan cara merangkak sejauh 4 meter.
Diperkirakan, gua-gua kecil ini digunakan sebagai tempat untuk sembunyi manusia purba dari gangguan binatang buas.
“Didalam gua ini juga terdapat lubang sedalam 23 meter. Pernah ada seorang peneliti arkeolog asal Australia yang turun ke lubang ini dengan menggunakan tali dengan dilengkapi tabung oksigen, karena semakin kedalam semakin tipis kadar oksigennya. Dia menemukan juga fosil kerangka lainnya didalam lubang,” jelas Ovan.
Ovan menambahkan, sejak tahun 1965 Liang Bua ini pernah dijadikan tempat untuk kegiatan masyarakat desa Liang Bua seperti kegiatan-kegiatan keagamaan, dan semacamnya namun kini sudah tidak pernah lagi dilakukan.
“Fosil asli manusia kerdil dan hewan purba yang ditemukan di Liang Bua saat ini di bawa ke Jakarta untuk dilakukan penelitian lanjutan dan tindakan perawatan benda-benda purbakala,” ujar Ovan.
Sementara, fosil manusia kerdil purba atau hobbit kini dibuatkan replika yang dipamerkan di musium Liang Bua yang terletak tidak jauh dari lokasi gua.