Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Perbuahan Konstitusi Akan Selesaikan Kemacetan Politik
Direktur Eksekutif RPI, Benny Sabdo mengatakan sistem presidensial harus diperkuat.
Ia menegaskan MPR tetap dianggap sebagai lembaga tertinggi karena fungsinya adalah membuat atau mengubah konstitusi (supreme law of the land).
Undang-undang, yang hirarkinya dibawah UUD, dibuat oleh DPR, suatu lembaga legislatif yang lebih rendah daripada MPR dalam arti bila undang-undang yang dibuatnya tidak selaras dengan UUD maka akan terkena asas Lex superior derogate lex inferiori.
Ia menandaskan konsep MPR tidak tercipta dari ruang hampa.
Tokoh penyusun UUD 1945 mendapat inspirasi dari sistem pemerintahan Inggris yang memiliki lembaga tertinggi, yaitu parlemen, tempat kedaulatan rakyat berada.
“Penyusun UUD 1945 tidak punya niat sedikit pun untuk menjiplak struktur pemerintahan negara lain, sebab itu keberadaan MPR disesuaikan dengan budaya politik Indonesia,” ucapnya.
Selain itu, ia menjelaskan UUD sebelum perubahan, dalam pembuatan UU kekuasaan Presiden dan DPR dapat di-check oleh utusan daerah dan golongan.
“Kini DPD tidak punya kekuasaan untuk me-check kekuasaan DPR,” cetusnya.
Khusus mengenai DPD, meskipun terkait dengan kekuasaan legislatif, khususnya berkenaan dengan rancangan UU tertentu, tetapi fungsinya tidak disebut sebagai fungsi legislatif.
DPD hanya berfungsi terbatas memberi saran, pertimbangan, serta melakukan pengawasan yang sifatnya tidak mengikat.
Karena itu, perlu ada penguatan terhadap DPD supaya dapat melakukan fungsi check and balance.
Benny juga mengapresiasi PDI Perjuangan dibawah kepemimpinan Megawati Sukarnoputri relatif solid dibandingkan partai-partai lain. Memimpin PDI Perjuangan yang berideologi Pancasila yang Soekarnois nasionalistik tidak mudah.
“Apalagi, partai ini adalah hasil fusi paksa lima partai, yakni Partai Nasional Indonesia, Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia, Partai Musyawarah Rakyat Banyak, Partai Kristen Indonesia, dan Partai Katolik,” jelasnya.
Posisi PDI Perjuangan sebagai partai besar juga tak tergoyahkan.
Dua kali menjadi partai penguasa di Tanah Air: Megawati menjadi presiden 2001-2004 dan Joko Widodo 2014-2019. “PDI Perjuangan selalu mampu melakukan kontestasi politik dalam kondisi prima,” ungkapnya.