Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Persoalan Sikka Dibahas dalam Kula Babong
Keluarga Besar Maumere Jakarta Raya (KBM Jaya), telah menggelar sarasehan atau dalam bahasa Sikka Maumere disebut Kula Babong.
Mereka membahas tentang realitas masalah sosial ekonomi politik dalam dinamika pembangunan masyarakat di Sikka terkait kebijakan nasional dan daerah, strategi inovasi sosial untuk pembangunan masyarakat Sikka, dan strategi advokasi sosial oleh KBM Jaya.
Agar kebijakan pembangunan yang dirancang oleh pusat dan daerah yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat di Sikka harus diubah dan sekaligus mengawal perumusan kebijakan pembangunan yang akan datang agar tidak merugikan rakyat di Sikka.
Petrus Selestinus, advokat Koordinator TPDI yang juga sebagai Ketua Tim Revitalisasi KBM Jaya selaku pembicara dengan topik Merajut Strategi Advokasi Sosial Pembangunan Derah, mengemukakan bahwa kondisi pembangunan terkini di Sikka bahkan di seluruh NTT memerlukan sebuah gerakan advokasi yang kuat.
Karena limbah-limbah atau sampah-sampah akibat kebijakan pembangunan yang tidak prorakyat sudah bertumpuk-tumpuk dan tidak ada penanganan yang baik oleh pemerintah daerah karena memang tidak ada yang mau menangani.
Semula diharapkan DPR dan DPRD yang dihasilkan dari Pemilu ke Pemilu akan menjalankan fungsi kontrol dan fungsi legislasinya dengan baik yaitu memihak kepada kepentingan rakyat, namun yang terjadi justru DPRD malah ikut sebagai pemain dan pelaku dalam perumusan dan pelaksanaan pembangunan yang tidak berpihak pada mayoritas rakyat kecil.
Kondisi sosial yang timpang dimana masih sangat minimnya perhatian pemerintah daerah terhadap kondisi sosial masyarakat miskin yang belum menikmati haknya atas pembangunan, menjadi tantangan KBM JAYA.
Kita sangat berdosa kalau membiarkan masyarakat Sikka yang mayoritas belum bisa menikmati jatah pembangunan akibat pemerintah daerah Sikka salah urus dalam mengelola anggaran pembangunan tanpa ada yang megawasi, sebagai akibat dari kondisi DPRD yang dalam banyak hal sudah terjabak bahkan ikut bersama pemerintah melakukan penyimpangan dalam pengelolaan pembangunan sehingga peran kontrolnya hilang.
Selama ini pihak gereja dan mashasiwa di Sikka telah secara maksimal melakukan kontrol dan advokasi sosial terhadap pemerintah.
Akan tetapi kekuatan kontrol dan advokasi sosial yang dilakukan oleh gereja dan mahasiswa belum mampu mengalahkan daya rusak yang begitu tinggi yang dilakukan oleh oknum pejabat yang mengelola pembangunan.
Pemerintah daerah dan gereja akhirnya jalan sendiri-sendiri bahkan sering berseberangan tentang konsep pembangunan.
Sehingga diperlukan peran mediasi dan akomodasi oleh sebuah lembaga atau kekuatan masyarakat sebagai jembatan untuk menjadikan gereja, mahasiswa, pemerintah dan KBM JAYA dalam satu matarantai untuk saling kula babong, saling mendengarkan untuk mengoreksi apa yang salah kita perbaiki dan apa yang sudah benar kita dukung dan perkuat.
Terus terang saja kondisi mayoritas masyarakat Sikka belum menikmati hasil pembangunan, apalagi ikut merumuskan rencana pembangunan dan anggaran pembangunan.
Padahal di dalam pelbagai peraturan perundang-undangan selalu ada pasal-pasal yang mengatur tentang peran serta masyarakat dalam pemerintahan daerah.
Namun peran ini tidak pernah dibuka secara luas, pemerintah daerah tidak pernah mendorong dan memfasilitasi agar masyarakat mengerti hak-haknya dalam pembangunan termasuk hak masyaakat untuk ikut merumuskan dan menentukan apa yang mau dibangun dan apa yang menjadi kebuuhan riil masyarakat.