Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Pungutan CPO Memberatkan Petani Plasma

Aturan pungutan US$ 50/ ton untuk minyak sawit mentah (CPO) sangat memberatkan petani.

zoom-in Pungutan CPO Memberatkan Petani Plasma
ist
Kelapa Sawit 

Ditulis oleh : Asosiasi Petani Plasma Indonesia

TRIBUNNERS - Pemerintah telah mengeluarkan Perpres Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

Disana disebutkan mengenai aturan pungutan US$ 50/ ton untuk minyak sawit mentah (CPO), dimana sangat memberatkan petani.

Penghasilan para peteani menurun drastis dan bahkan menyulitkan petani sawit mandiri untuk membayar kredit bank.

Sejak diberlakukannya pungutan tersebut pengusaha menurunkan harga beli tandan buah sawit (TBS) yang dihasilkan sebagian dari kebun milik petani.

Sebelumnya harga TBS Rp 1,2 juta/ ton. Kini turun menjadi Rp 500 ribu/ ton.

Sebagai gambaran, dengan pungutan eksport CPO sebesar US$ 50 per ton dibebankan pada TBS petani yang memiliki kebun sawit berumur 5 tahun ke atas, maka pendapatan petani plasma sawit sebesar 16 ton TBS atau 5 ton (untuk memprodukasi 1 ton CPO) menghasilkan 3,2 ton CPO oleh Pabrik Kelapa Sawit.

Berita Rekomendasi

Pungutan yang dibebankan ke petani sebesar 3,2 ton dikalikan US$ 50, yaitu sekitar US$ 160. Nilai US$ 160 atau Rp 2.240.000 ini mengakibatkan pendapatan petani plasma sawit hanya sekitar Rp 22.400.000 dikurang Rp 2.240.000 adalah Rp 20.160.000 per tahun atau rata-rata per bulannya sebesar Rp 1.680.000.

Ini mengakibatkan pendapatan kotor petani sawit sebesar Rp 1.680.000 per 2 hektar kebun akan dipotong 30% guna membayar kredit bank untuk membiayai pembangunan kebun petani, lalu dipotong biaya upah untuk pengurus kebun yang berlaku saat ini dimulai sekitar Rp 500.000 per bulan dan perawatan sebesar Rp 300.000 per 2 hektar kebun.

Jadi, penghasilan petani sawit hanya Rp 1.680.000 dikurang Rp 504.000 lalu dikurang Rp 500.000 dan dikurang lagi Rp 300.000 hasilnya Rp 376.000. Dari hitungan tersebut, maka pendapatan bersih petani plasma hanya mendapatkan sebesar Rp 376 ribu setiap bulannya!

Tentu saja pendapatan sebesar ini sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga petani plasma.

Kami memandang, pungutan ini sebagai modus baru perampokan uang rakyat kecil atas nama ketahanan energi.

Berbagai upaya telah ditempuh. Mengadu ke DPR RI, HKTI, maupun mengirimkan surat protes kepada Presiden Joko Widodo pada tanggal 15 Januari 2016.

Permohonan kami adalah Perpres 61/ 2015 dicabut. Sayangnya, keluhan belum membuahkan hasil. Pungutan terus berjalan. Kehidupan 4 juta petani semakin sulit.

Oleh karena itu, APPKSI selaku organisasi yang menaungi para petani sawit, pekan depan akan mengajukan permohonan uji materiil (Judicial Review) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 Tahun 2015 ke Mahkamah Agung (MA).

Sebagaimana diketahui, perpres tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Dalam UU tersebut seharusnya pemerintah menjamin kehidupan dan melindungi petani rakyat.

Model penghimpunan dana melalui Badan Pengelolaan Dana Perkebunan (BPDP) rawan penyelewengan, karena sejumlah perusahaan sawit punya hak menempatkan wakilnya untuk duduk di BPPD.

Mahkamah Agung diharapkan bisa memenuhi rasa keadilan untuk para petani sawit sebagai korban diberlakukannya Perpres No. 61 Tahun 2015.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas