Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Draft Revisi UU KPK Bukti Parpol Mewakili Kepentingan Koruptor
Bagi sebagian anggota DPR dan partai politik memaknai draft revisi UU KPK dalam prolegnas 2016 di DPR sebagai upaya memperkuat kelembagaan KPK.
Editor: Dewi Agustina
![Draft Revisi UU KPK Bukti Parpol Mewakili Kepentingan Koruptor](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/aksi-tolak-revisi-uu-kpk_20160217_191419.jpg)
Serahkan Pengawasan KPK Kepada Masyarakat
Keberadaan dewan pengawas untuk KPK jelas sebagai sebuah gagasan yang mubazir, karena selama ini belum terbukti KPK sungguh-sungguh menyalahgunakan tugas dan wewenangnya untuk kepentingan lain di luar tujuan pemberantasan korupsi.
Pengawasan terhadap kerja KPK selain melalui penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas, juga oleh masyarakat secara aktif telah menjalankan tugas "peran serta masyarakat" yang sejalan dengan perintah UU, tidak saja untuk mengawasi KPK tetapi juga mengawal KPK ketika terjadi pelemahan atau kriminaisasi dari manapun datangnya.
Karena itu ide tentang perlunya dewan pengawas dengan sejumlah kewenangan tertentu jelas tidak masuk di akal sehat publik, karena sebuah Dewan Pengawas dengan fungsi mengawasi tetapi diberi kewenangan mengatur yang berpotensi disalahgunakan untuk melemahkan dan menghambat bahkan melindungi koruptor (seperti kewenangan memberi ijin penyadapan atau penyitaan dll).
Karena itu pengawasan terhadap KPK serahkan saja kepada masyarakat melalui "peran serta masyarakat" dalam pemberantasan korupsi dan dikontrol secara efektif melalui praperadilan dan gugatan Rehabilitasi dan Konpensasi melalui Pengadilan sesuai ketentuan pasal 63 UU No. 20 Tahun 2002 Tentang KPK.
Begitu pula kewenangan KPK mengeluarkan SP3, hal ini berpotensi disalahgunakan oleh kekuatan lain di luar KPK untuk mengintervensi KPK, lagi pula KPK sudah diberi kewenangan oleh pasal 44 ayat (3) UU KPK untuk menghentikan Penyelidikan dan pasal 32 UU No. 31 Tahun 1999, Tentang Pemberantasan Korupsi berupa mengalihkan proses penyidikan pidana korupsi menjadi perdata kepada Jaksa Pengacara Negara untuk mengajukan gugatan perdata, manakala dalam penyidikan, unsur-unsur pidana tidak terdapat cukup bukti, tetapi negara dirugikan.
Dengan demikian untuk apa memperdebatkan kewenangan KPK untuk mengeluarkan SP3, mengingat di dalam UU No. 20 Tahun 2002 dan UU No. 31 Tahun 1999 sudah diatur secara lengkap?
Ketentuan pasal 63 UU KPK mengatur tentang bagaimana kontrol terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, dalam hal seseorang dirugikan sebagai akibat penyelidikan, penyidikan dan penuntutan oleh KPK secara bertentangan dengan UU ini atau dengan hukum yang berlaku, orang yang bersangkutan berhak untuk mengajukan gugatan rehabilitasi dan/atau konpensasi terhadap KPK.
Gugatan sebagaimana dimaksud tidak menghalangi hak orang yang dirugikan untuk mengajukan gugatan praperadilan, dan seterusnya.
Ide atau gagasan untuk merevisi UU KPK sebagaimana tertuang dalam draft RUU revisi UU KPK susungguhnya sudah keluar dari konteks dan substansi penguatan terhadap KPK.
Mengapa, sebab kejahatan korupsi telah dinyatakan sebagai kejahatan yang luar biasa atau extraordinary crime yang menjadi musuh bersama dan KPK sebagai lembaga yang super body.
Yang oleh ketentuan pasal 3 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999, Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi menegaskan bahwa: Komisi Pemberantasan Korupsi adalah Lembaga Negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat Independen dan bebas dari kekuasaan manapun.
Kemudian di dalam penjelasan pasal 3 dimaksud disebutkan bahwa yang dimaksud dengan "kekuasaan manapun" adalah kekuatan yang dapat mempengaruhi tugas dan wewenang KPK atau anggota komisi secara individual dari pihak eksekutif, yudikatif dan legislatif, pihak-pihak lain yang terkait dengan perkara tindak pidana korupsi, atau keadaan dan situasi ataupun dengan alasan apapun.
Mengapa pembentuk Undang-undang memberi penguatan berupa Independensi KPK yang begitu kuat, karena pada tahap ini KPK selalu berhadapan dengan kekuatan koruptor yang tidak berdiri sendiri tetapi memiliki kaitan langsung dengan kekuatan pusat kekuasaan (kekuasaan politik dan kekuasaan ekonomi).
![Baca WhatsApp Tribunnews](https://asset-1.tstatic.net/img/wa_channel.png)